Komisi II DPR RI Minta Persoalan Tanah di Kalbar Segera Diselesaikan

Persoalan tanah di Kalimantan Barat sangat kompleks.

Salah satu di antaranya terkait banyaknya perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Sebanyak 537 perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia teridentifikasi telah menjalankan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit, namun belum memiliki HGU atas tanah yang diusahakannya. Dari 537 perusahaan sawit itu, 66 di antaranya berada di Provinsi Kalimantan Barat yang tersebar di 10 kabupaten.

Problem pertanahan lain di Kalbar yakni ada 83 bidang tanah terlantar seluas 131.412,73 hektar. Selain itu, adanya klaim tanah masyarakat yang masuk dalam areal HGU sehingga tidak bisa mengurus legalitas suratnya ke BPN, tumpang tindih sertifikat antara HGU dengan sertifikat lainnya, kahan yang diterbitkan sertifikat sebagian berada di kawasan transmigrasi atau hutan, sengketa batas wilayah dalam Lokasi HGU, serta kewajiban pemenuhan plasma/kemitraan yang belum sepenuhnya dipenuhi oleh pihak perusahaan.

Fakta-fakta ini tersampaikan dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI untuk mengawasi pelaksanaan dan penyelenggaraan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta Evaluasi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Provinsi Kalimantan Barat, Rabu, 7 Mei 2025.

”Masalah-masalah itu harus diurai di mana ‘bottleneck’-nya. Komisi II DPR RI bertekad meninggalkan ’legacy’ untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanah yang ada. Jadi pertemuan-pertemuan seperti ini bukanlah acara seremonial atau seperti ’kelompencapir’, tapi harus ada eksekusi yang tegas,” kata Ketua Tim Kunspek Komisi II DPR RI, Aria Bima, di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar.

Politisi PDI Perjuangan ini menambakan, berbagai pihak harus melakukan sinergi dan kolaborasi, termasuk pemilahan masalah mana yang menjadi kewenangan daerah dan mana yang harus diselesaikan melalui rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri ATR BPN.

”Saat ini, Komisi II DPR RI dan Kementerian ATR/BPN telah memiliki dashboard bersama untuk penyelesaian masalah tanah, sehingga persoalan-persoalan agraria di tanah air bisa segera diakselerasi penyelesaiannya,” jelasnya.

Anggota Komisi II DPR RI lain yang mengikuti kunjungan kerja ini yakni Dedy Sitorus, Bob Mamana Sitepu, Kamarudin Watubun, Rommy Soekarno (Fraksi PDI Perjuangan), Zulfikar Arse Saidkin (F-Partai Golkar), Eston Foenay (F-Partai Gerindra), Ujang Bey, Habibur Rochman (F-Partai Nasdem), Mohammad (Toha F-PKB), Edi Oloan Pasaribu dan Wahyudin Noor Aly, (F-PAN). Tak hanya legislator, dari Jakarta juga datang Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Iljas Tedjo Prijono.

Sementara dari Pemprov Kalbar hadir Gubernur Ria Norsan, Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan, Sekretaris Daerah Harrison, Ketua DPRD Kalbar Aloysius, Kakanwil BPN Kalbar Mujahidin Maruf, Kepala BUMD dan BULD, para bupati, wali kota, serta kepala kantor tanah dari 14 kabupaten-kota se-Kalbar.

Selain soal tanah, para legislator Komisi II DPR RI juga memberikan perhatian terkait kondisi BUMD, BULD, dan penggunaan Dana Transfer Pusat ke Daerah (TKD).

“BUMD dan BLUD memiliki tugas untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemandirian fiskal merupakan pondasi penting bagi pembangunan daerah sehingga tidak bergantung sepenuhnya dari Pemerintah Pusat,” ungkap Aria Bima.

Menurutnya, BUMD harus menjadi sumber pendanaan atau ‘revenue center’, bukan malah terus menerus menjadi beban atau ‘cost center’ bagi pemerintah daerah.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri dari 546 daerah di Indonesia (provinsi/kabupaten/kota) sebanyak 493 daerah masuk dalam kategori ‘kapasitas fiskal lemah’ yang berarti pendapatan daerah bergantung dengan pendapatan transfer pusat.

“Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel,” tegasnya.

Saat ini, Pemprov Kalbar memiliki tiga BUMD dalam kondisi sehat, yakni Bank Kalbar, Jamkrida Kalbar, dan Perumda Aneka Usaha Kalbar. Selain itu, provinsi ‘Bumi Khatulistiwa’ juga mempunyai dua rumah sakit dan sembilan SMK Negeri sebagai BULD.

”Sebelas BLUD ini memberikan kontribusi 14 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalbar,” kata Ria Norsan.

Wagub Krisantus Kurniawan menambahkan, Pemprov Kalbar berrharap transfer pusat ke daerahnya semakin mengecil, seiring bertambahnya kemampuan Kalimantan Barat memanfaatkan potensi sumber daya alam untuk meningkatkan PAD. ”Kami punya tambang bauksit, uranium, batubara, hingga emas. Saat ini, kami sadar potensi sumber daya alam belum dimanfaatkan secara optimal,” tuturnya.

Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas 147.307 Km2 atau 1,1 kali lebih luas dari Pulau Jawa, dengan jumlah penduduk 5,598 juta jiwa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar ada di angka 71,19 dan berada di peringkat ke-31 dari 38 provinsi di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *