Komisi VI DPR RI Dorong Indonesia Punya Indeks Komoditas Nasional

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengungkapkan bahwa sudah seharusnya Indonesia memiliki indeks komoditas nasional dan sistem perdagangan yang efisien dan transparan. Supaya Indonesia punya kesempatan mengontrol harga dan volume perdagangan untuk melindungi kepentingan nasional.

“Seharusnya Indonesia memiliki indeks komoditas nasional dan sistem perdagangan yang efisien dan transparan. Indeks komoditas nasional yang memuat indeks harga komunitas nasional real time, dan menjadi acuan harga pasar dunia. Hal itu sangat dibutuhkan agar posisi Indonesia akan menjadi lebih kuat sebagai price maker dunia yang juga bisa mengontrol volume serta harga komoditas tersebut sehingga dapat melindungi kepentingan nasional. Termasuk pada level petani dan produsen komoditas tersebut dapat ditingkatkan kesejahteraannya,” ujar Aria Bima dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komoditas dengan Ekonom, Faisal Basri di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta.

Dijelaskannya, sebagaimana diketahui Indonesia memiliki komoditas unggulan dalam jumlah besar yang sangat diminati pasar internasional seperti batubara, bauksit, timah, nikel, CPO, Kakao, tembaga, tembakau, kopi teh dan lain-lain. Namun Indonesia sebagai produsen bukanlah penentu harga komoditas tersebut, tetapi tergantung pada harga pasar dunia sehingga hasil ekspor tersebut tidak memberikan pendapatan yang maksimal.

Adapun indeks harga nikel timah Boxit selama ini mengikuti indeks harga dari London Meta Exchange. Begitu pula dengan harga kakao dan kopi mengikuti indeks harga dari New York dan London. Sementara itu CPO tembakau ditentukan oleh Rotterdam dan Malaysia.

Oleh karena itu, Komisi VI DPR RI membentuk Panja (Panitia Kerja) Komoditas. Panja inilah yang akan terus menggali, ingin mendapatkan masukan dari para pakar dan berbagai elemen lainnya, (seperti rapat pada hari ini dengan Ekonom Faisal Basri). Sehingga ke depan memungkinkan Indonesia memiliki indeks komunitas nasional dengan sistem perdagangan yang efisien dan transparan.

“Tujuan panja ini juga berharap untuk menghidupkan akibat dari Indeks ini adalah resi gudang. Dari reesi gudang ini yang dapat ditukar di lembaga keuangan mikro atau lembaga keuangan lainnya sehingga kita dapat menghitung seberapa besar pelaksanaan undang-undang tersebut dan ini diterapkan oleh Kementerian perdagangan. Kedua, menghidupkan sistem pembayaran countertrade (barter),” ungkapnya.

Selain itu, lanjut, tujuan lainnya adalah mencermati efektivitas undang-undang yang terkait, tujuan keempat mengatasi ketidakpastian informasi permintaan dan penawaran yang tidak jelas, terutama waktu Indonesia pernah mengalami berbagai hal terkait ketidakjelasan fluktasi harga, seperti CPO maupun batubara beberapa waktu lalu saat pandemi atau pasca pandemi. Ketidakjelasan dengan melihat berbagai aspek termasuk yang menyangkut sistem pembayaran terhadap perdagangan komoditas.

“Sejauh ini, Kami (Komisi VI DPR) telah mengundang Profesor Bustanul Arifin. Kita kemarin juga mengundang tokoh senior dari perdagangan, Pak Ardiansyah yang mana kita banyak mendapatkan masukan. Tapi sampai hari ini kita juga belum yakin, belum mendapatkan kerangka pemikiran, struktur berpikir seperti apa yang sebenarnya Indonesia. Mempunyai keinginan atau mempunyai mimpi tentang pembentukan atau keinginan mempunyai indeks harga komoditas yang sebenarnya dari produk komoditasnya, seperti yang diawal telah saya sampaikan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *