Desoekarnoisasi Tak Bisa Kubur Peran Bung Karno sebagai Penggali Pancasila

Gagasan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak muncul seketika dan tuntas pada pada waktu yang singkat. Sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang dimulai dari fase pembibitan, kemudian perumusan, dan akhirnya pengesahan. Setiap fase melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Itulah sebabnya, Pancasila merupakan karya bersama milik bangsa.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa dalam karya bersama itu ada beberapa individu yang memainkan peran penting. Dalam hal ini, individu dengan peran paling menonjol sebagai penggali Pancasila ialah Soekarno, yang dikenal sebagai darah dan daging Pancasila.

Pandangan ini dikemukan oleh Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Asvi Warman Adam, dalam Episode 26 Talk Show and Music ‘Bung Karno Series’ bertema ‘Bung Karno Sang Penggali Pancasila’, dipandu aktivis muda kebangsaan Mirza Ahmad, yang ditayangkan kanal youtube Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan, Sabtu, 26 Juni 2021.

Asvi menekankan, Bung Karno merupakan sosok yang paling fenomenal sebagai seorang penggali Pancasila, karena ia menemukan semua sila-silanya sebagai hasil kontemplasi ketika berpikir tentang tanah air Indonesia.

“Kalau digunakan istilah pencetus, mungkin itu suatu ide yang datang tiba-tiba. Kenapa disebut penggali? Karena Bung Karno sudah memikirkan soal Pancasila bertahun-tahun Ada yang bilang sejak beliau dibuag di Ende, atau bahkan jauh sebelumnya,” jelas sejarawan kelahiran Bukittingi, Sumatera Barat, 66 tahun lalu ini.

Namun, perjalanan Pancasila hingga penetapan hari lahirnya sebagai hari nasional tak semulus yang dibayangkan. Ada beberapa perdebatan yang cukup mewarnai sejarah Indonesia sampai saat ini. Di masa Orde Baru, ada upaya-upaya yang digunakan untuk mengecilkan peran

“Ini karena pada Orde Baru ada upaya ‘Desoekarnoisasi’, yakni upaya untuk menghilangkan peran Soekarno. Saat itu, dikatakan bahwa ada orang lain yang sudah berpidato sebelum Soekarno tentang Pancasila, yaitu Muhammad Yamin,” papar Asvi.

Upaya ‘Desoekarnoisasi’ menjadikan Sukarno bukan penggali Pancasila secara sistematis dilakukan lewat tokoh sejarah militer Orde Baru yang kemudian menjadi Menteri Pendidikan dan kebusayaan, Nugroho Notosusanto. Dalam buku ‘Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik’, Nugroho Notosusanto menekankan bahwa Pancasila adalah gagasan Yamin.

Beberapa tahun kemudian, Nugroho menulis buku lagi berjudul ‘Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara’ (1985) yang menegaskan bahwa Dr. Soepomo telah lebih dulu juga berbicara tentang dasar negara daripada Bung karno

“Menurut saya, dua hal itu tidak tepat. Karena apa yang disampaikan Yamin pada 29 Mei 1945 kemungkinan merupakan sesuatu yang ditulis jauh sesudah proklamasi dalam bukunya yang diterbitkan kemudian. Sementara pada 29 Mei itu sendiri, Yamin berpidato amat singkat,” urai Asvi.

Sementara terkait dalil Soepomo dan Pancasila, diungkapkan Asvi bahwa Soepomo bukan berbicara tentang dasar negara, melainkan syarat-syarat berdirinya sebuah negara, yakni adanya wilayah, penduduk dan pemerintahan.

“Sedang yang berbicara tentang dasar negara menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat ya Bung Karno,” terang penulis buku ‘Bung Karno Dibunuh Tiga Kali?: Tragedi Bapak Bangsa Tragedi Indonesia’ ini.

Meski demikian, menurut Asvi bahwa hal yang paling penting di masa sekarang adalah bagaimana mengaplikasikan Pancasila dalam konteks kekinian. Perdebatan tentang penggali Pancasila sudah final dan dibuktikan sejarah, bahwa Bung Karno adalah orang yang pertama kali berbicara Pancasila dalam siding BPUPK.

Bahkan sejak 2016, Presiden Joko Widodo pun telah menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Dalam hal ini, bangsa Indonesia secara resmi dan politis memperingati hari terbentuknya dasar negara.

“Seyogyanya tak ada lagi perdebatan tentang hal ini. Hari 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila dan 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi,” pungkas pemilik gelar doktor dari École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS) Paris itu.

Program ‘Talkshow & Musik’ BKNP PDIP dengan tema besar ‘Bung Karno Series’ hadir setiap hari pada Bulan Juni pukul 16.30 WIB, tayang selama satu bulan penuh, dan dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.

Video selengkapnya bisa disimak di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *