Podcast Bung Karno Series BKN PDI Perjuangan Bulan Bung Karno 2023 Episode 1 bersama Kepala BPIP 2017-2018 Yudi Latif.
Kontribusi terbesar Soekarno disebut sebagai sosok yang mampu memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila adalah simpul perekat dari segala perbedaan yang memang sudah ada sejak bangsa Indonesia belum merdeka. Konsep Pancasila juga dipandang sebagai inti dari jawaban segala perbedaan yang ada di dunia saat ini.
Hal itu disampaikan oleh Yudi Latif, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) 2017-2018 dalam podcast visual bertajuk “Penggalian Bung Karno terhadap Pancasila 1 Juni” yang ditayangkan oleh akun Youtube Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan pada Kamis, 1 Juni 2023, dipandu oleh host Ovi Wardana.
“Bayangkan, kalau tidak ada Pancasila ini sebagai simpul perekat, mungkin gagasan indonesia merdeka ini tidak akan terjadi. Ya memang mungkin ini sudah takdirnya Pancasila sebagai titik temu. Dan ini salah satu kontriusi terbesar Bung Karno terhadap bangsa Indonesia ini yaitu ia bisa memperkenalkan titik temu dari semua perbedaan yang ada di Indonesia,” tutur Yudi.
Perbedaan, menurut Yudi telah menjadi karakter bangsa Indonesia sejak awal republik ini dibentuk. Dalam sidang BPUK misalnya, ia menyebut peserta sidang tersebut sangat majemuk, ada yang berasal dari perwakilan agama, etnis, minoritas, bahkan perwakilan perempuan pun ada. Dari segala perbedaan itu lah, para pendiri bangsa mencari simpul titik temu untuk menyatukan perbedaan yang ada. Hal itu karena, jika menggunakan dasar agama maupun etnis, maka perbedaan yang ada tidak akan mencapai titik temu atau sepakat.
“Kondisi Indonesia ini sejak awal berbeda-beda, jika kita bandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika, itu kan pendiri bangsanya cenderung homogen, white anglo saxon protestan, bahkan premier konstitusinya itu orang kulit warna seperti Indian itu keanggotaan kewarganegaraannya itu baru diakui setelah amandemen ke-14 hampir 100 tahun kemudian. Berbeda dengan Indonesia yang memang memulai republik ini dengan segala keragaman yang ada,” kata Yudi.
Menurut Yudi, Bung Karno mampu memahami inti dari segala perbedaan yang ada di Indonesia dengan Pancasila yang ia tawarkan dalam sidang BPUPK karena telah melewati proses yang panjang. Bung Karno telah mulai merumuskan dasar negara sejak ia berusia 18 tahun, dan semakin memantapkan rumusannya saat ia berada di pengasingan Ende. Di Ende, ia memahami bahwa bangsa Indonesia tidak hanya terdiri dari satu agama saja, karena ia banyak berkawan dengan para pastor Katolik yang memang sangat pro terhadap kemerdekaan republik Indonesia.
Lebih lanjut, Yudi menyebut Bung Karno sebagai sosok yang tercerahkan. Hal itu karena Bung Karno mampu memahami inti dari perbedaan yang ada dalam kehidupan sosial manusia. Ia mencontohkan baik warna maupun rasa yang ada di dunia, semua dasarnya adalah lima perbedaan.
“Baru belakangan saya juga mengerti, mengapa dasar negara kita itu terhimpun dalam 5 sila itu. Ahli perang Cina kuno itu, Tsun Zhu, dia bilang begini, pembeda dari orang yang tercerahkan itu ada dalam kesanggupannya untuk memahami simplisitas dari dasar kompleksitas,” tutur Yudi.
“Jadi maksudnya, bagi orang awam mungkin mozaik warna itu warna-warni itu kan banyak sekali warnanya, tetapi bagi orang yang tercerahkan itu bisa ketemu dasar warna dari warna-warni itu, misalnya ada 5 warna dasar kan. Misalnya juga cita rasa makanan itu kan banyak macamnya, namun kalau kita pahami dasar rasa makanan itu dasar rasanya itu lima juga, yaitu pahit, manis asam, gurih, dan asin, jadi sebereagam apapun itu, sejauh itu masih manusia, pasti ada dasar perbedaannya,” lanjut Yudi.
Menurut Yudi, perbedaan yang ada dalam kehidupan manusia khususnya di Indonesia mampu ditemukan dasarnya oleh Bung Karno sehingga ia dapat merumuskan simpul perekat itu. Pancasila bahkan secara tidak langsung diakui oleh para ilmuwan dunia jauh setelah Pancasila dirumuskan.
“Dari ahli psikologi positif namanya Martin Seligman, dia bilang saya sudah membaca Moses, Sidarta ghautama, jesus, plato, aristoteles. Bahwa agama-agama dan filsafat ini berbeda dalam detail, tetapi dia bilang ada sambungannya ada benang merahnya antara semua, dia sebut ada sprituality and transcendent, love and humanity, courage and temperance, wisdom, justice, nah itu kan sebenarnya Pancasila dari hal-hal yang disebutkan itu intinya,” pungkas Yudi.