Mengenal Tafsir Quran Bahasa Jawa Pertama di Dunia Karya Syekh Kholil Bangkalan

Program Inspirasi Sahur BKN PDI Perjuangan Episode 8:  Kitab Tafsir dan Terjemah Jawa Karya Syekh Kholil Bangkalan | Lora Kholili Kholil.

Kitab tafsir Al-Quran merupakan salah satu karya yang telah dihasilkan oleh para ulama sepanjang sejarah Islam. Salah satu kitab tafsir yang unik dalam khazanah keilmuan Islam adalah Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim yang merupakan kitab tafsir bahasa Jawa pertama di dunia karya Syekh Muhammad Kholil bin Abdul Latief, seorang mahaguru ulama Nusantara pada abad ke-19 M asal Bangkalan Madura.

Hal ini disampaikan oleh Lora Kholili Kholil, peneliti manuskrip Syekh Kholil Bangkalan di program “Inspirasi Ramadhan 2023” edisi sahur yang diselenggarakan oleh Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan. Progam yang dipandu oleh Fitriyah Maliki ini tayang di akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Kamis (30/3/2023)

“Naskah tersebut merupakan tafsir Al-Quran kamil, yang lengkap berbahasa Jawa pertama di dunia. Kenapa saya berani mengklaim demikian? Karena ada beberapa tafsir Al-Quran berbahasa Jawa diantaranya ditulis oleh Kiai Soleh Darat, namun tidak lengkap. Di pertengahan menulis beliau meninggal. Tafsir dari Syekh Muhammad Kholil ini dari awal sampai akhir 30 juz menggunakan bahasa Jawa dan selesai”, ungkap Kholili yang juga merupakan cicit langsung dari Syekh Kholil Bangkalan.

Kholili menambahkan bahwa kitab tafsir ini merupakan salah satu karya monumental yang mampu mengusung semangat lokalitas dan kearifan budaya Jawa. Melalui karya yang ditulis pada tahun 1902 M ini, Syekh Kholil Bangkalan telah memberikan kontribusi dalam melestarikan kearifan lokal serta membantu masyarakat dalam memahami makna Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa yang mudah mereka pahami.

“Di naskah tersebut, beliau menulis ‘Yang menulis Kitab Tafsir ini adalah Mat Kholil’. Beliau, menurut saya pribadi sangat rendah hati sekali, menulis dengan nama Mat Kholil. Beliau bernama Muhammad Kholil tapi beliau menulis dengan unsur nama yang mudah, biasa saja. Hal itu mengindikasikan satu lokalitas yang luar biasa”, ungkap pengurus Lembaga Bahtsul Masail PBNU ini.

“Hal yang kedua, itu menandakan bahwa beliau tidak ke Arab-araban meskipun beliau 26 tahun belajar di Arab, namun beliau tidak terpengaruh dengan budaya Arab. Beliau tetap bangga dengan budayanya. Satu, sebagai orang Indonesia yang mana di zaman itu Lingua Franca, bahasa ilmiah yang umum digunakan adalah Jawa, maka beliau menulis kitab tafsirnya dengan bahasa Jawa”, sambung Kholili

Kholili kemudian menceritakan bagaimana kebiasaan orang Madura yang seringkali menyingkat nama mereka dengan nama suku kata terakhir dari kata pertama dan kedua apabila memiliki nama dua kata.

“Saya contohkan misal Abdurrahman biasa dipanggil Durrahman , Abdul Razak Dul Razak, Muhammad Hamim jadi Mat Hamin. Nah beliau dengan unsur lokalitas yang sedemikian kuat, unsur nasionalisme yang sedemikian tinggi, beliau tidak menghilangkan budaya itu, beliau menulis dengan Mat Kholil”, papar alumni Pesantren Lirboyo Kediri ini.

Kitab tafsir Quran bahasa Jawa merupakan satu dari puluhan karya Syekh Kholil Bangkalan yang terlacak sejauh ini dalam berbagai bidang keilmuan. Meskipun beberapa karya beliau masih berupa manuskrip, namun penemuan dan penelitian karya Syekh Kholil ini oleh Lajnah Tahqiq Syekh Muhammad Kholil telah mendorong beberapa pondok pesantren untuk dapat menelusuri karya-karya leluhur mereka.

“Ada sekitar 30 naskah yang kami temukan. Ada yang sifatnya praktis untuk tuntunan orang awam, ada yang sifatnya cukup mendalam, misal seperti syarah (komentar) Alfiah, yang mana kitab Alfiah ini adalah kitab gramatikal Arab yang diperuntukkan untuk santri kelas menengah ke atas. Nah kitab-kitab ini mulai diterbitkan oleh lajnah Muhammad Kholil. Dan Alhamdulillah, dengan adanya penerbitan karya-karya Syekh Muhammad Kholil, banyak beberapa pondok pesantren lain di Indonesia yang mulai terpacu untuk meneliti karya-karya leluhur masing-masing”, ungkap pengasuh pondok pesantren Cangaan, Pasuruan ini.

Sebagai penutup, Kholili memberikan pesan kepada para generasi muda agar tidak lupa dengan akar budayanya. Meskipun beragama Islam, namun tidak boleh lupa dengan semangat Indonesia. Sesuai dengan semangat Syekh Kholil Bangkalan yang menulis tafsir Al-Qur’an ini dengan bahasa sehari-hari masyarakat di daerahnya.

“Beliau (Syekh Kholil) memberikan makna-makna di dalam kitab tafsir tersebut dengan bahasa Jawa, al-Jawi al-Mariki, bahasa Jawa meriki. Itu adalah sebuah istilah di zaman tersebut untuk menyebut bahasa Jawa Pantura. Artinya beliau menganggap bahwa audience beliau adalah setara dan bahwa Al-Quran itu milik semua. Dia harus bisa dipahami oleh semua orang, baik itu orang Jawa, orang Sunda, orang Bugis, orang Sumatera, orang Sulawesi, siapapun dia”, tutupnya.

Saksikan selengkapnya di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *