Makalah Komunikasi Aria Bima: Resume Teori-Teori Persuasi

Teori Disonansi Koognitif

Teori Disonansi Kognitif dikembangkan oleh Leon Festinger (1957). Teori ini membahas hubungan antara tingkah laku (behavior) dan dan kognitif (cognitive). Banyak digunakan sebagai alat bantu analisis pada penelitian tentang perilaku pada disiplin ilmu psikologi dan ilmu komunikasi

Pengertian Disonansi Kognitif

Terminologi disonansi kognitif menurut Festinger adalah terjadinya kesenjangan (diskrepansi) antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang berimbas pada terjadinya efek  tidak  nyaman secara psikologis. Disonansi kognitif mengakibatkan terjadinya kondisi tidak nyaman yang disebabkan adanya dua informasi dalam kognisi yang tidak bersesuaian atau tidak konsisten antara yang satu dengan lainnya.

Menurut Festinger, elemen  kognitif mengacu pada setiap bentuk pengetahuan, opini, keyakinan, lingkungan dan perasaan diri seseorang . Elemen-elemen kognitif tersebut berhubungan dengan hal-hal yang nyata, atau berkaitan dengan lingkungan dan dunia psikologis dalam diri seseorang.  Dari beberapa elemen psikologis tersebut, Festinger menyatakan terhadap dua macam hubungan, yakni hubungan yang bersifat tidak relevan (irrelevant) atau dua kognitif yang berbeda. Misalnya misalnya merokok berbahaya bagi kesehatan, dan sungai-sungai di pulau Jawa tidak bisa dilayari sampai ke hulu di pegunungan. Kedua adalah hubungan yang bersifat relevan yang bermakna hubungan satu elemen dan elemen lainnya memiliki dampak. Hubungan yang relevan terdiri atas :

  • Disonan, adalah kondisi yang terjadi jika salah satu elemen terkait merupakan penyangkalan terhadap elemen lainnya.
  • Konsonan, kondisi antar elemen yang selaras.

Pencetus Disonansi Kognitif

Festinger menyebutkan terdapat empat penyebab terjadinya disonansi kognitif, yakni :

  • Inkonsistensi logika (logical inconsistency). Inkosistensi logika terjadi karena terjadinya pengingkaran logika berpikir yang satu oleh logika berpikir lainnya.
  • Nilai budaya (culture mores) yang berbeda pada suatu tempat dengan tempat lainnya.
  • Opini umum (opinion generality), seseorang mengalami disonansi kognitif karena opininya bertetangan dengan opini umum.
  • Pengalaman masa lalu (past experience), terjadinya disonansi karena kognisi seseorang tidak konsisten dengan pengalaman masa lalunya.

Implikasi Teori  Disonasi Kognitif

Festinger menyatakan disonansi kognitif memiliki implikasi terhadap hal-hal yang bersifat spesifik seperti:

  • Pengambilan keputusan (decision). Disonansi merupakan hal yang tak terhindarkan dalam  setiap pengambilan keputusan. Disonansi terjadi karena adanya kognisi yang merupakan aspek negatif dari aspek positif yang menjadi dasar sebuah keputusan. Semakin penting keputusan yang diambil, faktor disonan yang muncul dalam kognisi juga makin kuat dan banyak jumlahnya.
  • Forced Compliance. Forced Compliance adalah tekanan dari luar yang harus dipenuhi. Salah satu bentuk forced compliance adalah kewajiban yang diberlakukan oleh sekolah negeri yang mewajibkan siswa perempuan yang bukan pemeluk agama Islam untuk mengenakan kerudung di lingkungan sekolah.
  • Exposure of Information (pencarian informasi). Makin gencarnya pencarian informasi, menurut Festinger berkorelasi langsung terhadap penguatan disonasi dalam kognisi seorang individu. Banyaknya disonansi yang timbul akan menjadikan seseorang menjadi lebih selektif dan mengutamakan informasi yang bersifat konsonan ketimbang yang berpotensi disonan.
  • Dukungan sosial  (social support). Dukungan sosial akan membantu mengurangi disonasi kognitif seseorang. Banyak dukungan sosial yang ditujukan bagi orang-orang yang mengalami disonansi kognitif seperti, mereka yang memiliki orientasi seksual yang tidak normal, juga bagi anak-anak yang hidup di jalanan untuk supaya dapat menjadi anak-anak yang hidup normal melalui upaya pengurangan faktor disonan dan memperbanyak hal-hal  yang berpotensi menjadi faktor konsonan dalam kognisi mereka.

Kecenderungan Disonansi Kognitif

Kecenderungan mereka yang mengalami disonansi kognitif akan mencari konformitas  dengan mereka yang memiliki pengalaman dan kondisi psikologis yang sama. Hal yang jelas bisa dilihat secara kasat mata adalah adanya kelompok-kelompok anak jalanan dan anak punk.

Menurut Festinger ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi disonansi, yakni:

  • Mengubah elemen tingkah laku
  • Mengubah elemen kognitif lingkungan
  • Menambah elemen kognitif baru.

Teori  Kemungkinan Elaborasi 

Teori Kemungkina Elaborasi (Elaboration Likehood Theory /ELT) atau Model Kemungkinan Elaborasi (Elaboration Likehood Model/ELM) dikembangkan Richard E. Petty dan John T. Cacioppo dari Ohio State University AS pada 1980. Teori atau model ini mekanankan komunikasi persuasif. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa orang dapat memproses pesan persuasif  dengan cara yang berbeda. Pesan persuasif dapat dimaknai dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang menilai pesan secara mendalam dan penuh kehati-hatian serta kritis, tetapi ada pula yang menganggapnya sebagai biasa-biasa saja, tanpa mempertimbangkan hal khusus yang melatarbelakangi mengapa pesan tersebut disampaikan.

Apa yang disebut sebagai elaboration likehood  sangat tergantung bagaimana individu akan mengevaluasi pesan tersebut secara kritis.  Kemungkinan elaborasi  sangat tergantung bagaimana seseorang mengolah pesan. Pesan tersebut diterima dan disalurkan melalui dua jalur berbeda, yakni  central route (rute pusat) dan peripheral route (rute pinggiran).

Pada umumnya, orang yang berpendidikan relative baik akan memilikii kecenderungan memilih central route untuk mengolah pesan-pesan persuasif. Sedangkan orang yang berendidikan rendah akan menggunakan rute atau jalur pinggiran dengan lebih mempertimbangkan faktor non-argumentasi yang lebih berpengaruh bagi yang bersangkutan dalam menentukan tindakan.

Jika sesorang lebih mempertimbangkan daya tarik penyampai pesan serta kemasan ketimbang isi pesan, maka orang tersebut dipandang menggunakan rute pinggiran.

Rute atau Jalur Penerimaan Informasi

Keberadaan pikiran kritis yang dikenakan pada argumen sangat bergantung pada faktor motivasi  dan kemampuan individu. Ketika motivasi tumbuh dengan kuat , sangat mungkin orang tersebut akan menempuh rute sentral, tetapi sebaliknya ketika motivasinya rendah, maka rute pinggiranlah yang akan dijalaninya.

Apa yang mendasari motivasi yang bisa berubah-ubah? Sedikitnya terdapat tiga hal yang melatarbelakangi terbitnya motivasi, yakni kertelibatan atau relevansi  personal dengan topik, perbedaan pendapat dan kecenderungan pribadi individu terhadap cara berpikir kritis.

Pilihan terhadap rute sentral melibatkan elaborasi pesan. Yang dimaksud sebagai elaborasi adalah sampai seberapa jauh sesesorang berpikir tentang issue relevant argument yang terkandung dalam suatu komunikasi persuasif.

Terdapat tiga argumen dalam ELT yakni:

  • Strong Argument, argumen yang yang menghadirkan respon kognisi positif di alam pikiran penerima pesan yang juga menghadirkan pandangan-pamdangan positif dari pemberi argumen. Argumen yang kuat akan mampu menanamkan kepada khalayak untuk melawan penolakan dalam jangka panjang,
  • Neutral Argument, adalah argumen yang tidak mengubah perilaku penerima pesan. Sangat mungkin penerima pesan untuk menempuh jalur pinggiran.
  • Weak Argumen, adalah argumen yang menghadirkan kognisi negatif terhadap pesan yang disampaikan, dan memungkinkan terjadinya serangan balik yang dapat menumbuhkan perlawanan yang menguat,

Dalam beberapa hal, rute atau jalur pinggiran ditempuh karena lebiha banyak kalangan yang lebih memerhatikan kemasan ketimbang kandungan atau isi pesan. Penyampaian pesan lewat jalur pinggirian banyak dilakukan dalamstrategi kampanye publik, dan juga iklan. Kampanye publik dan iklan berisi pesan yang berulang dan mudah dicerna, ketimbang pesan-pesan yang berisi pesan mendalam.

Teori Inokulasi

Teori inokiulasi menggunakan logika vaksinasi dalam ilmu kesehatan masyarakat. Vaksinasi dilakukan dengan cara menyuntikkan virus yang dalam kondisi lemah ke dalam tubuh manusia untuk membangun kekebalan atau imunitas  andaikata virus yang sebenarnya datang menyerang. Imunitas atau kekebalan terbangun melalui latihan perang-perangan  terhadap virus yang dalam kondisi lemah yang disuntikkan ke dalam tubuh manusia.

Logika vaksinasi itulah yang digunakan untuk membangun resistensi  terhadap argumentasi persuasi yang datang silih berganti dalam rangka melemahkan sikap pihak yang dipersuasi atau dirayu.

Teori inokulasi adalah salah satu pendekatan dalam persuasi yang bertujuan agar orang-orang resisten terhadap argumen persuasif yang dilakukan oleh orang lain. Teori inokulasi pertama kali dikembangkan oleh William J. McGuire di awal tahun 1960an berdasarkan temuan kelompok Universitas Yale AS mengenai pesan persuasi yang menghadirkan dua sisi argumen ketika menyangkal sisi yang berlawanan. Teori inokulasi merupakan model untuk membangun ketahanan atau resistensi terhadap persuasi dengan cara menghujani secara deras argumen yang melawan  keyakinan terhadap orang orang  terpilih sebagai bagian dari strategi menangkal serangan.

Teori inokulasi merupakan sebuah strategi untuk melindungi sikap agar tetap teguh dan tidak tidak terjadi perubahan sikap. Dengan kata lain, teori inokulasi difungsikan untuk memberikan perlawanan terhadap pengaruh terhadap perubahan sikap. Pengaruh terhadap perubahan sikap tersebut, bisa  berwujud serangan langsung atau tekanan yang terus datang secara berkelanjutan. Menurut teori inokulasi, kemampuan untuk menolak persuasi ditentukan oleh keterampilan individu dalam membantah argumen yang berlawanan dengan keyakinannya. Keterampilan ini diasumsikan bergantung pada dua faktor, yaitu motivasi dan praktik .

Teori inokulasi yang  dikenalkan McGuire pada 1964, menyatakan bahwa penerima pesan persuasif menjadi resisten terhadap serangan sikap dengan cara yang sama seperti tubuh yang diimunisasi dari serangan virus. Dosis virus yang lemah akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Demikian pula, tantangan terhadap sikap, kepercayaan, dan perilaku membuat mereka lebih resisten terhadap perubahan jika paparan terhadap taksiran diberikan dalam bentuk lemah dan kecil. Teori ini relevan karena keyakinan yang tak tertandingi dapat dengan mudah dijadikan mainan, jika pemegangnya tidak terbiasa mempertahankannya. Dosis yang lemah dari sebuah argumen balasan akan menyebabkan kepercayaan menjadi lebih resisten. Di bidang medis, pendekatan model seperti ini dapat lebih efektif daripada pengobatan suportif dalam membangun resistensi. Dalam  bidang persuasi, strategi menyajikan argumen yang mendukung kepercayaan ternyata kurang efektif, bila  dibandingkan dengan cara  membiarkan si penerima pesan mendapat serangan lemah terhadap kepercayaan tersebut .

Supaya konsep teori inokulasi dapat mudah dipelajari, McGuire menggunakan analogi konsep suntikan atau vaksinasi. Menurut McGuire, dalam vaksinasi yang normal, virus yang telah dilemahkan disuntikkan kepada individu dalam rangka untuk membangun imunitas terhadap penyakit. Mekanisme  dan metode yang sama dengan analogi vaksinasi, dapat digunakan untuk menginokulasi individu dari serangan atas keyakinan yang dimilikinya.

Menurut teori inokulasi, argumen berlawanan dengan dosis yang lebih kecil atau argumen yang lebih lemah disebut dengan pesan inokulasi yang diberikan kepada setiap individu. Masing-masing individu yang telah terpapar oleh argumen yang lebih lemah kemudian membangun sistem pertahanan yang membantu mereka mempertahankan keyakinannya dan tidak mengubah sikap mereka ketika mereka dikonfrontasikan dengan argumen yang jauh lebih kuat.

Elemen

Penelitian yang dilakukan oleh McGuire di tahun 1960an membuktikan tingkat keberhasilan inokulasi dengan sangat meyakinkan. Penelitian terkait indikasi keberhasilan inokulasi juga dilakukan oleh Michael W. Pfau. Menurut Michael Pfau, teori inokulasi terdiri dari dua elemen dasar, yaitu threat dan refutational preemption.

  • Threat

Threat dalam teori inokulasi mengacu pada peringatan akan kemungkinan serangan terhadap sikap dan kepercayaan seseorang. Orang tersebut sadar akan kerentanannya terhadap serangan persuasif. Persepsi bahwa ada ancaman yang akan terjadi secara psikologis memotivasi seseorang untuk tetap mempertahankan keyakinan dan sikapnya.

  • Refutational preemption

Target potensial untuk serangan persuasi seharusnya tidak hanya diperingatkan tapi pesan inokulasi juga harus mendahului tindakan balasan yang mungkin terjadi. Sambil meyiapkan pesan inokulasi, argumen yang akan diajukan pihak lain harus diantisipasi dan cara melawannya juga harus dipersiapkan.

Penerapan

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa teori inokulasi dapat diterapkan dalam berbagai bidang komunikasi, seperti  komunikasi kesehatankomunikasi politikkomunikasi pemasaran, komunikasi pendidikan, public relations, dan lain-lain. Pada umumnya, teori inokulasi digunakan untuk membentuk dan(atau) memanipulasi opini publik

Berikut adalah beberapa contoh penerapan teori inokulasi yang dikemukakan oleh para ahli:

  • Ilmu Politik – Pendukung kandidat A dalam sebuah kampanye politik melawan pengaruh iklan serangan yang dilakukan oleh kandidat B 
  • Pemasaran – Merek komersial terhadap pengaruh iklan komparatif yang dilakukan oleh pesaing.
  • Public relations – perusahaan melawan kerusakan kredibilitas dan citra yang dapat terjadi dalam situasi krisis
  • Kesehatan – remaja terhadap pengaruh tekanan sebaya yang dapat menyebabkan remaja menjadi perokok, minum minuman keras, ketergantungan narkoba, dan perilaku menyimpang lainnya

Dibuat oleh Aria Bima, sebagai tugas kuliah ‘Resume Teori-Teori Persuasi’ dengan dosen pengajar Dr. Dadang Sugiana pada Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *