Komisi VI DPR RI akan membicarakan hal ini dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian UMKM, agar barang bekas yang ada ini bisa sampai ke tangan pedagang, cut off barang yang ada di pedagang, tanpa adanya kerugian.
Mata rantai selanjutnya dikembalikan kepada aturan Permendag No. 40/2022 yang merupakan perbaikan dari Permendag No18./2021 tentang larangan ekspor dan impor barang-barang bekas.
Tidak ada pedagang yang salah. Ini hanya sekadar mengais untuk bertahan hidup, bukan untuk kaya. Menyalahkan pedagang itu tidak benar, tapi kita ingin pedagang berubah sesuai kebijakan yang ada. Kita ini bukan bangsa penampung pakaian bekas, 270 juta rakyat Indonesia ini mampu mencukupi kebutuhan sandangnya. Jangan ada kesan, republik ini tak mampu mencukupi kebutuhan primernya, yakni kebutuhan sandang. Ini masalah martabat bangsa. Kita jangan jadi sampah barang bekas.
Kalau Presiden Jokowi sudah bicara, maka seluruh jajaran stakeholder harus bergerak, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi UMKM, TNI, Polri, Dirjen Hubla dan lain-lain. Mengamankan biang kerok barang untuk memotong dari hulunya, dari Nunukan, Kepri, Manado, dan jalan tikus perbatasan-perbatasan lain. Jangan hanya membakar barang yang diambil dari pedagang kecil.
Namun, pesan untuk Pak Kapolri, jangan ada penangkapan-penangkapan para pelaku UMKM, Pidato presiden tidak diarahkan untuk pedagang kecil. Tutup dulu grosir-grosir dan importir agar barang itu tidak masuk kembali, karena ini adalah larangan impor barang bekas.
Di sisi lain, sebagai industri padat karya yang mempekerjakan buruh kecil dan menyumbang produk domestik bruto, produsen tekstil dan pakaian jadi kita juga harus mendapat perhatian penuh, misalnya subsidi untuk ongkos produksi seperti insentif pajak. Pengaturan terhadap masuknya barang impor dari luar negeri harus dilakukan sehingga barang kita bisa lebih kompetitif di pasaran.
Selengkapnya di