Pasca Pemilu 2019, saya memasuki periode pengabdian yang keempat sebagai anggota DPR RI. Selama 16 tahun bertugas sebagai wakil rakyat, saya sangat merasakan bagiamana pentingnya kepemilikan kemampuan berkomunikasi bagi seorang anggota Dewan. Kemampuan berkomunikasi demikian penting karena sebagaian besar moda bekerja seorang wakil rakyat adalah berbicara, sesuai denga nasal kata parlemen dalam Bahasa Yunani, yakni parle’, artinya bicara. Berbicara adalah inti dari komunikasi, yakni menyampaikan dan menerima pesan, melaporkarkan hasil kerja kepada konstituen, serta menyerap aspirasi masyarakat, pada hakikatnya adalah bentuk-bentuk komunikasi – baik yang bersifat verbal, maupun nonverbal.
Dalam menjalami tugas, utamanya dalam menyerap aspirasi masyarakat, sebenarnya saya telah melakukan riset kualitatif, walalupun tidak secara terstruktur dan sistematis sebagaimana yang berlaku dalam kaidah akademis. Melalui mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif pada Program Magister Ilmu Kominikasi , Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjdjaran yang diampu Bapak Dr.Atwar Bajari, M.Si, saya menjadi paham bahwa apa yang saya kerjakan dalam menyerap aspirasi saat ini kebanyakan adalah studi kasus. Hakikat studi kasus adalah masalah yang terjadi dengan keterlibatan multipihak. Terjadinya suatu kasus memiliki latarbelakang yang bersifat kompleks, baik secara historis, maupun menyentuh seluruh aspek kehidupan secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Beberapa kasus yang pernah saya tangani untuk diselesaikan pihak eksekutif, muncul karena terjadi penyimpangan, ketidakteraturan, aatau anomali terhadap pranata sosial-budaya, mamupun regulasi sebagai pranata hukum.
Kasus-kasus yang saya tangani, saya pelajari, dan saya sampaikan kepada pihak terkait yang berwenang untuk ditindaklanjuti dan diselesaikan, sangat beragam. Saya banyak bertugas di Komisi VI yang membidangi masalah perindustrian, perdagangan, UMKM, dan persaingan usaha. Dengan demikian saya banyak mempelajari kasus ekspor dan impor beserta berbagai kendala yang dihadapi, masalah perlunya afirmasi bagi UMKM, serta praktik kartel dalam bidang usaha tertentu.
Dengan mengikuti tentang metodologi penelitian kualitatif, mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif, saya berharap dapat menyerap suatu kasus sebagai bentuk aspirasi masyarakat, dengan lebih tajam, terstruktur, dan sistematis, sesuai dengan kaidah dan tradisi akademis, dengan demikian pembelajaran saya tentang kasus yang terjadi di masayarakat yang diadukan kepada saya selaku wakil rakyat dapat dilakukan dengan mendalam dan lebih akurat.
Studi kasus bersifat unik dan spesifik, sehingga hasilnya tidak bisa dijadikan generalisasi. Studi kasus lebih banyak bersifat ekspolaritif menjelaskan bagiamana kasus tersebut terjadi. Studi kasus yang bersifat khusus dan kualitatif, bukan studi untuk mengukur dan membandingkan objek penelitian atau memprediksi, meramal, membuktikan, memperkuat, atau menyangkal generalalisasi suatu teori dalam pendekatan kuantitatif.
Sebagai seorang yang pernah belajar sosiologi ketika menjadi mahasiswa jenjang S1, saya memahami penelitian yang bersifat deskriptif eksploratif. Dengan mempelajari kembali metodologi penelitian kualitatif, saya dapat meningkatkan kemampuan saya untuk mempelajari kasus yang merupakan aspirasi masyarakat dengan cepat dan akurat. Dalam mempelajari kasus yang disampaikan masyarakat, saya dituntut untuk memahaminya secara keseluruhan dari berbagai segi, untuk itu metode grounded research sangat membantu saya untuk memahami kasus tersebut.
Bekal pengetahuan tentang fenomenologi dalam melakukan riset komunikasi kita dapat memahami tentang pengalaman dan keberadaan. Pada hakikatnya fenomenologi merupakan atau konseptualisasi keberadaan diri dan orang lain dalam dialog. Seorang fenomenologis mengekspolorasi stuktur kesadaran dalam pengalaman manusia. Hal itu dikemukakan Polkinghorne dalam Creswell (1998: p. 51-52) a phenomenological study describes the meaning of the lived experiences for several individuals about a concept or the phenomenon. Phenomenologist explore the structure of consciousness in human experiences.
Penelitian fenomenologis harus berupaya untuk menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala. Menurut tradisi fenomenologi, berbagai macam permasalahan komunikasi yang terjadi diakibatkan adanya kesenjangan antara berbagai sudut pandang subyektif. Dalam artian, seseorang tidak dapat secara langsung mengalami kesadaran orang lain dan potensi terjadinya pemahaman intersubyektif menjadi terbatas. Tradisi fenomenologi mencari keaslian cara saat kita mengalami diri dan orang lain. Tetapi, pencarian keaslian tersebut tidak mudah karena terdapat berbagai hambatan, antara lain, disebabkan oleh berkembangnya ketidaksadaran diri, perbedaan yang tidak diterima, atau berbagai agenda strategis yang menghalangi keterbukaan kepada orang lain.
Etnografi komunikasi pada awalnya disebut sebagai etnografi wicara atau etnografi pertuturan (ethnography of speaking). Kalau etnografi dipandang sebagai kajian yang memerikan suatu masyarakat atau etnik, maka dalam etnografi komunikasi difokuskan kepada bahasa masyarakat atau kelompok masyarakat Istilah Ethnography of speaking pada awalnya dimunculkan oleh Dell Hymes (1972), seorang antropologi dan sekaligus pakar linguistik Amerika Serikat. Menurut Hymes (1974), dalam mengkaji penggunaan bahasa dalam masyarakat memperhatikan dan mempertimbangkan konteks situasi sehingga bahasa tidak berdiri sendiri sebagaimana kajian tentang gramatika (seperti dilakukan oleh linguis), tentang kepribadian (seperti psikologi), tentang struktur sosial (seperti sosiologi), tentang religi (seperti etnologi), dan sebagainya.
Bekal fenomenologi dapat membantu peneliti menjelaskan tentang pengalamat hidup berbagai orang orang tentang konsep dan gejala, walaupun tidak mudah bagi peneliti untuk mengambil jarak dengan objek yang diteliti dan cenderung bias, selain itu kecenderungan untuk going native dengan hal yang ditelitinya sukar dihindari. Padahal objektivitas dalam penelitian itu akan menentukan objektivitas hasil. Sedangkan dengan memahami etnografi komunikasi, uatamanya dalam penguasaan dan pemahaman bahasa mendorong proses komunikasi menjadi lebih lancar.
Materi yang disajikan dalam mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif , sangat menarik untuk didalami. Dalam praksis sebagai anggota DPR, hal itu dapat mendorong peningkatan untuk untuk memahami suatu kasus yang diadukan ke DPR sebagai aspirasi masyarakat. Bekal metode penelitian kualitatif itu mengasah kemampuan saya dalam melakukan analisis terhadap suatu kasus melalui penelitian secara cepat walaupun belum bersifat kajian yang bersih (quick and dirty research). Hal itu terjadi karena kinerja anggota DPR dibatasi kendala waktu.
Atas materi dalam mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Atwar Bajari M.Si selaku dosen pengampu yang telah memberi psiau analisis yang tajam bagi saya, utama dalam menyerap dan menganalilis berbagai kasus yang merupakan aspirasi masyarakat.
Dibuat oleh Aria Bima, sebagai tugas kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif dengan dosen pengajar Dr. Drs. Atwar Bajari, M.Si pada Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, 2020