Ada dua dimensi dalam melihat persoalan uji materi capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam dimensi hukum, prinsip kewenangan institusional uji materi dilakukan jika peraturan perundangan bertentangan dengan UUD 1945, institusinya adalah MK. Menyangkut substansinya, setelah ditolak atau diterima, DPR RI akan menyesuaikan terkait keputusan itu. Karena menyangkut perubahan undang-undang, maka kewenangannya ada di DPR sendiri, itu dimensi hukumnya.
Sementara itu dalam dimensi politik, media melihat ada semacam kepanjangan tangan kekuasaan mau cawe-cawe atas tendensi tertentu. Mengapa diubah sekarang, apa yang dihasilkan kalau batas usia berhasil diubah, siapa yang diuntungkan? Karena yang selalu disinggung adalah Pak Jokowi dan perubahan itu untuk mendorong Mas Wali Gibran untuk menjadi cawapres, maka Pak Hasto memberi pesan soal adanya manuver kekuasaan untuk mengubah pasal-pasal pencalonan capres-cawapres.
PDI Perjuangan tidak nyaman dengan framing seolah-olah Pak Jokowi menyiapkan skenario uji materi demi menyiapkan puteranya jadi cawapres. Ini mengganggu sekali dan kurang bisa diterima oleh publik.
Padahal, hal itu sama sekali bukan kehendak Pak Jokowi dan Mas Wali Gibran yang dalam pertemuan dengan Bu Mega di Sekolah Partai Lenteng Agung membantah keinginannya menjadi cawapres. Ini penting agar tidak digoreng ke mana-mana.
Terkait perbedaan pandangan dalam uji materi batas usia 35 tahun untuk capres dan cawapres, PDI Perjuangan betul-betul yakin usulan itu tidak serta-merta dikaitkan dengan peluang Mas Wali Gibran untuk maju dalam kontestasi Pemilu 2024. Dalam pernyataan terbuka di media maupun internal partai, Mas Wali Gibran sendiri sudah membantah keinginan itu, karena merasa jam terbangnya dan pengalamannya belum cukup waktu.
Apapun hasil uji materi ini bisa ditampung untuk Pemilu 2029, bisa dibicarakan di DPR RI bukan untuk pemilu yang 2024 mendatang. Selain karena waktu yang sudah mepet, konstruksi politiknya juga jadi tidak sehat terkait keterlibatan penguasa menyangkutpautkan rencana majunya Mas Wali Gibran yang memang tidak benar adanya.