Dua Arah KompasTV: Tak Ada Kehendak Subyektif PDI Perjuangan Langgengkan Politik Dinasti

Dua Arah KompasTV bersama Liviana Cherlisa, Politisi Partai Gerindra Habiburokhman, Politisi PKS M. Iqbal, dan pengamat politik Adi Prayitno: Tak Ada Kehendak Subyektif PDI Perjuangan Langgengkan Politik Dinasti

Kita sangat menghargai dan memahami terkait perbedaan pandangan mengenai batas umur terkait persyaratan capres dan cawapres, kita anggap sebagai dinamika melihat bagaimana demokrasi yang paling pas dan cocok untuk Indonesia itu seperti apa. Karena itu, UU Pemilu Legislatif dan UU Pilpres selalu dievaluasi setiap lima tahun, termasuk soal batas umur ini. Beda pandangan adalah hal biasa, tapi kami tegaskan bahwa PDI Perjuangan itu taat konstitusi, dan taat konstitusi itu diturunkan lewat undang-undang.

Bahwa ada keinginan kawan-kawan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi, kita hargai. Yang kita keberatan adalah adanya framing bahwa di belakang ini adalah motif manuver dari seorang Gibran atau seorang Jokowi selaku kepala negara.

Pak Jokowi dan Gibran merupakan kader PDI Perjuangan. Pak Jokowi sangat paham benar sistem meritokrasi yang berjalan di PDI Perjuangan, bagaimana proses mempersiapkan kader-kader pimpinan, termasuk kepala daerah: ada kematangan, kedewasaan, ada visi yang terus dibangun, ada empati, orientasi keberpihakan dan kepedulian, dan juga menjalankan Pancasila secara teknokratik dan smart yang semuanya dilakukan melalui sekolah partai. Jadi, tidak benar ada framing “cawe-cawe”, dengan motif sekadar agar Gibran masuk sebagai cawapres.

Persyaratan maju sebagai capres atau cawapres selalu berbasis kapasitas dan juga bagaimana wilayah politik di eksekutif, legislatif dan wilayah publik yang ada. Akhirnya ditentukanlah berapa usia minimal untuk menduduki jabatan tertentu, dari walikota, bupati, gubernur dan seterusnya. Bahwa kemudian ada perbedaan pandangan mengenai syarat usia, itu adalah hal yang wajar. Tapi, kami, PDI Perjuangan, mengikuti konstitusi yang ada.

Dalam sekolah-sekolah partai, Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri terus menekankan pentingnya kesadaran berideologi, kesadaran berpolitik, dan kesadaran berorganisasi termasuk agar setiap keputusan pemimpin daerah dari PDI Perjuangan harus selalu menerjemahkan Pancasila yang smart dan teknokratis, sehingga setiap keputusan itu senantiasa berorientasi pada kepentingan publik.

Pandangan-pandangan terkait uji materi persyaratan capres cawapres monggo saja, namun kami tegaskan Mas Gibran yang selama ini mengikuti sistem meritokrasi dalam proses pengkaderannya, jangan diframing melakukan penguatan politik dinasti. PDI Perjuangan juga melahirkan banyak tokoh muda yang disiapkan sudah banyak, baik kompetensi personalnya, kompetensi sosialnya, kemampuan pedagoinya, dan lain-lain, yang payungnya adalah ideologi. Kita harus meluruskan anggapan seolah-olah uji materi ini hanya untuk mempersiapkan ambisi Pak Jokowi mengegolkan Gibran jadi cawapres. Kami tegaskan, tidak ada kehendak subyektif dari PDI Perjuangan, Ibu Megawati, dan Pak Jokowi untuk melanggengkan politik dinasti.

Dalam tradisi PDI Perjuangan, seorang menjadi calon presiden, maupun kepala daerah harus melalui pattern atau pola pengambilan keputusan yang baku, baik dalam penjaringan, penyaringan, hingga melihat bagaimana tingkat kepuasan publik masyarakat pada tokoh itu. Keputusan apakah Gibran atau siapapun untuk menempati jabatan publik bukan dia mau atau tidak, tapi keputusan itu ada di tangan partai. Kami sepakat bahwa koridor komunikasi politik harus sesuai dengan “kacamata” konstitusi. PDI Perjuangan sepakat, role play politik harus sesuai aturan main, menurut undang-undang yang berlaku.

Selengkapnya di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *