PDI Perjuangan melalui kadernya Aria Bima menjelaskan bahwa sikapnya menolak kehadiran Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 Indonesia adalah upaya menjaga konstitusi Indonesia tetap tegak. Bermainnya timnas Israel di bumi Indonesia mengharuskan Indonesia merevisi dasar negara Indonesia. Perihal koalisi, PDI Perjuangan menyadari, meskipun dapat mengusung capres dan cawapres sendiri, koalisi adalah keniscayaan karena persoalan bangsa yang sangat besar tidak bisa diselesaikan oleh PDIP sendiri.
“Sekarang ada idiom olahraga tidak boleh dicampur adukan dengan politik, kita paham betul, tetapi apakah kita bermain bola di sini kemudian di Palestina terjadi suatu usaha untuk menghilangkan peta Palestina dari peta dunia oleh rezim netanyahu (Perdana Menteri Israel) kita abaikan? Nah ini kalau kita abaikan ya mari kita revisi penjajahan di muka bumi harus dihapuskan (pembukaan UUD 1945), mari kita revisi tujuan bernegara yang menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, kesejahteraan dan keadilan,” ujar Bima saat menjadi narasumber Indonesia Lawyers Club bertopik ‘Setelah Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia, Suhu Politik Memanas’.
Selain politisi PDI Perjuangan Aria Bima, diskusi yang dipandu Karni Ilyas ini juga menghadirkan politisi Partai Golkar Maman Abdurrahman, politisi Partai Gerindra Andre Rosiade, politisi Partai Amanat Nasional Fikri Yasin, politisi Partai Nasdem Willy Aditya, serta pengamat politik Hendri Satrio dan Effendi Gazali.
Bima menjelaskan bahwa di PDI Perjuangan, seluruh kader partai dididik untuk bergerak dan bertindak untuk mewujudkan Pancasila dan tujuan bernegara yang sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
“Ini partai politik, kita dididik di PDI Perjuangan bahwa partai politik adalah suatu cara atau kendaraan dalam mewujudkan narasi besar cita cita besar bangsa ini. Kalau kita tentu saja mewujudkan Pancasila. Kalau kita menjaga Pancasila dalam artian Pancasila yang statis sebagai dasar negara sebagai filosofi grondslag dan way of life. Pancasila juga sebagai ideologi yang dinamis. Pancasila harus berbunyi dalam berbagai persoalan dan segala masalah di segala tantangan yang ada pada setiap zaman. Tentu saja tantangannya berbeda-beda dari generasi ke generasi yang ada,” kata Bima.
Menurut Bima, Pancasila tersebut menjadi komitmen para pendiri bangsa yang dituangkan dalam preambule (pembukaan) UUD 1945 di mana pembukaan itu lah yang menjadi kata kunci dan narasi besar tujuan bernegara oleh seluruh kader PDI Perjuangan dalam kehidupan berpartai dan bernegara. Dalam pembukaan UUD 1945 tegas berbunyi bahwa tujuan bernegara tidak hanya menghapuskan penjajahan dari bumi Indonesia, melainkan juga menghapuskan penjajahan dari muka bumi. Menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan juga menjadi tujuan utama dibentuknya negara Indonesia.
“Bung Karno tidak tertarik pada nasiomalisme yang chauvinisme, Bung karno mengatakan, nasionalisme kita adalah nasionalisme yang perikemanusiaan, my nationalism is humanity. Nah di dalam nasionalisme yang huminity itu ada perikemanusiaan di taman sarinya internasionalisme. Ini lah yang mengilhami kenapa pembukaan UUD 1945 lebih dahulu dari piagam PBB yang menegaskan bukan saja penjajahan di indonesia harus dihapuskan, tetapi penjajahan di muka bumi ini harus dihapuskan,” tutur Bima.
“Dari dasar itu diturunkan menjadi ideologi, konsitusi, visi, misi, kebijakan, program, dan kegiatan. Itu lah mengapa presiden diusung oleh partai politik,. yang diusung adalah ide-ide besar yang kita miliki. Kita mengusung pak Jokowi di 2014 dan 2019, PDI Perjuangan bersama partai lain yang mana tidak hanya memenangkan pak Jokowi, tetapi juga mengamankan kekuasaan dan pemerintahan ini sampai selesai dengan cara yang benar. Mengamankan dari apa yang dianggap masyarakat benar, menurut konstitusi dan menurut ideologi. Nah ini yang kita jaga,” lanjut Bima.
Ihwal perbedaan pendapat yang terjadi antara Ketum PDI Perjuanga Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-20, Bima memandang itu adalah hal yang biasa terjadi, apalagi di partai yang demokratis. Namun demikian, ia menekankan, Megawati merupakan sosok yang melahirkan banyak tokoh dari anggota DPR di daerah sampai di tingkat nasional, juga kepala daerah yang dituntut untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa melalui konstitusi yang ada. PDI Perjuangan tidak dijalankan berdasarkan common sense, melainkan dijalankan berdasarkan ideologi.
“Kami memahami betul 27 juta pemilih PDI Perjuangan ini bisa separuh lebih itu pecinta sepak bola. Kita tahu betul mereka mengalami kekecewaan yang luar biasa kita tahu betul. Apalagi pemain yang gagal bermain, kita paham betul. Tapi kita sekali lagi, itu ditumpahkan ke PDI Perjuangan? Itu kami akan tanggung jawab,” kata Bima.
Bima menyampaikan, sikap PDI Perjuangan yang menolak Israel sudah disuarakan sejak Agustus 2022, saat PDI Perjuangan mengetahui Israel lolos piala dunia U-20. Pihaknya melalui Sekjen partai Hasto Kristiyanto sudah melobi pemerintah Indonesia ke Mensesneg Pratikno dan pihak lain untuk mencari formulasi agar Piala Dunia U-20 dapat tetap berjalan tanpa melanggar konstitusi Indonesia.
“Kita ini kan usulannya bagaimana komprominya? Tidak menolak Piala Dunia U-20. Kita ingin U-20 tetap jalan, kalau israel tetap hadir bagaimana? Apakah saat Israel bermain, bendera mereka tidak perlu ada, lagu kebangsaan tidak boleh ada, kalau perlu tanpa penonton, kalau tidak bisa bagaimana kalau co-host dengan Singapura? Ini usulan yang kita terus upayakan, bukan menolak total U-20, tidak. Kemudian Ganjar dan Koster menyampaikan sikapnya itu bukan pendapat mereka, melainkan sikap yang mengikuti pemerintah pusat (konstitusi dan permenlu),” kata Bima.
Adapun, terkait kemungkinan PDI Perjuangan bergabung dengan koalisi besar partai pro pemerintah (KIB-KIR), Bima menyampaikan wacana tersebut wajar bermunculan dengan subur karena tahun 2023 adalah tahun politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024. Hal itu merupakan potret antusiasme rakyat dalam berdemokrasi, meskipun diwarnai kegaduhan dan kebisingan di sana- sini.
“Kalau tentang koalisi ini kan terus dinamis, dan itu juga bagus karena biar saling silaturahmi tetapi jangan hanya bicara orang (capres dan cawapres). Tetapi bicara juga kalau ada event internasional lainnya yang itu Israel nanti datang lagi bagaimana, juga harus dibicarakan dalam pertemuan koalisi. Maka persoalan israel ini juga harus ada nanti di debat capres, syukur-syukur nanti DPR sudah bisa mencari formulasinya,” tutur Bima.
“Secara formal yang tidak perlu koalisi adalah PDI Perjuangan. Akan tetapi, dinamika politik bukanlah sekedar formalitas. Artinya, PDI Perjuangan terbuka berkoalisi dengan partai mana saja, dengan platform yang berlandaskan kebinekaan, persatuan, dan demi kesejahteraan rakyat. Jadi, dalam konteks kebinekaan, persatuan dan kerakyatan seperti itu lah, Presiden Jokowi dan Bu Megawati selalu berjuang bersama dalam satu kandang,” lanjut Bima.
Menurut Bima, wacana koalisi apa saja hendaknya dicermati realitasnya setelah secara resmi diterima dn disahkan oleh KPU. Segala perubahan, baik kecil maupun besar masih mungkin terjadi.
“Katakanlah itu ibarat hukum alam, bahwa tidak selamanya angin bertiup dan tidak seterusnya hujan turun. Situasi serta kondisi bergerak cepat, di mana perlu kalkulasi dan penyesuaian,” pungkas Bima.
Selengkapnya di