Program Inspirasi Sahur Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 17 – Kitab Isti’dadul Maut Karya Syekh Kholil Bangkalan | Lora Kholili Kholil.
Dalam Islam, orang yang dianggap paling beruntung adalah orang yang berumur panjang dan memiliki perbuatan baik. Dengan berumur panjang, insan manusia dapat terus menebarkan manfaat di antara sesama. Pandangan tersebut meluruskan anggapan-anggapan yang mulai berkembang di masyarakat bahwa kematian lebih baik daripada umur panjang.
Hal itu disampaikan oleh Lora Kholili Kholil, Peneliti Manuskrip Syekh Kholil Bangkalan saat membedah Kitab Isti’dad Al-Maut karya Syekh Kholil Bangkalan pada program “Inspirasi Sahur” yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Sabtu (8/4/2023) yang dipandu oleh Esti Marina.
“Yang paling ingin saya soroti dalam kitab ini (Isti’dad Al-Maut) yang ditulis dalam bahasa Jawa oleh Syekh Kholil Bangkalan, itu pesan Ojo Ndang-Ndang Mati, yang artinya jangan buru-buru mati atau meninggal. Jadi persiapan kematian yang terbaik adalah ojo ndang-ndang mati,” tutur Kholili.
“Ini strategi penerjemahan yang sangat bagus, karena itu merupakan suatu pengamalan hadis Nabi (Muhammad SAW) saat ditanya sahabat orang yang beruntung itu yang seperti apa? Apakah orang yang hartanya banyak? yang anaknya banyak? Tidak, kata nabi orang yang beruntung dan cerdas itu adalah orang yang umurnya panjang dan perbuatannya baik. Karena tentu, percuma umur panjang kalau perbuatannya tidak baik, banyak musuh, dan sebagainya. Harus menebar manfaat semasa hidup,” lanjut Kholili.
Menurut Kholili, pesan Syekh Kholil Bangkalan dalam kitab Isti’dad Al-Maut merupakan penegasan pesan bahwa meskipun orang muslim itu meyakini suatu ketika akan mati, namun kita jangan mengharapkan kematian. Umat muslim seharusnya mengharapkan kehidupan panjang yang bermanfaat (kedermawanan dan ketakwaan), bukan kematian. Maka ketika ada orang yang mengakhiri hidupnya, itu adalah perbuatan yang berbahaya dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Lebih lanjut, Kholili menyampaikan, kitab Isti’dad Al-Maut dituliskan dalam bahasa Jawa oleh Syekh Kholil Bangkalan dilatarbelakangi oleh tujuan agar ulama-ulama di desa mendapatkan panduan bagaimana tata cara menghadapi jika ada tetangganya yang meninggal. Kitab ini juga menuliskan bagaimana persiapan yang harus dilakukan umat muslim sebelum menghadapi kematian.
“Yang harus dilakukan ketika ada tetangga yang meninggal itu kita memiliki kewajiban agama untuk bersama-sama mengebumikan jenazah tersebut, mulai dari proses memandikan, mensholati, sampai dengan ritual-ritual simbolik seperti talkin mayit, dan lain-lain. Nah, dengan rangkaian itu, diharapkan kita dapat selalu berbuat baik dengan tetangga. Hal itu karena, kalau kita mati yang akan mengurus dan menguburkan kita adalah tetangga, kan tidak mungkin kita mengubur diri sendiri. Maka, salah satu persiapan kematian seorang muslim itu ia harus berbuat baik kepada tetangganya,” kata Kholili.
Mensholatkan Jenazah Non Muslim
Adapun, Kholili menceritakan bagaimana sikap atau adab yang dicontohkan Syekh Kholil Bangkalan saat ada tetangganya non muslim yang meninggal. Saat itu, karena Syekh Kholil Bangkalan adalah tokoh yang dicintai seluruh kalangan, ada seorang orang tua beragama non muslim yang pada saat anaknya meninggal meminta kesediaan Syekh Kholil Bangkalan untuk mensholatkan jenazah anaknya seperti beliau mensholatkan santrinya yang meninggal.
“Beliau (Syekh Kholil) sangat bijak. Maka datanglah kyai kholil bangkalan ke rumah seorang non muslim tersebut. Ketika sampai di rumahnya, Syekh Kholil solat di depan jenazah. Setelah selesai, keluarga non muslim bertanya, di tempat lain kyai sholat di belakang jenazah, di sini kok solat di depan jenazah?” tutur Kholili.
“Kyai menjawab, iya anakmu kan semasa hidupnya tidak tahu solat bagaimana, nah sekarang saya sholat di depannya agar ia tahu bagaimana cara sholat sesuai Islam. Ini luar biasa sekali cara Syekh Kholil menghadapi problematika di masyarakat. Tidak heran beliau dicintai seluruh masyarakat saat itu,” lanjut Kholili.
Menurut Kholili, kecintaan masyarakat Madura saat itu kepada Syekh Kholil Bangkalan tercermin saat Syekh Kholil yang memang lantang melawan pemerintah kolonial ditahan atau dipenjara oleh pemerintah kolonial. Saat itu, seluruh orang Madura menjenguk beliau di penjara sampai sipir kewalahan. Pemerintah kolonial sampai menerbitkan larangan menjenguk Syekh Kholil kecuali hari Jumat, tetapi masyarakat Madura tetap sepanjang minggu datang dengan alasan mengantre untuk menjenguk beliau di hari Jumat. Pemerintah kolonial kewalahan dan akhirnya Syekh Kholil Bangkalan dibebaskan.
Selengkapnya di