Hebat, Ulama Banten Ini Sederhanakan Tasawuf Kelas Dunia

Program Inspirasi Sahur Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 16 – Kitab Mishbah Adz Dzulam Syarah Kitab Hikam Karya Syekh Nawawi Banten | KH. Ahmad Baso.

Kitab tasawuf tak melulu harus bermuatan spiritual berat dan dalam. Syekh Nawawi Banten tampaknya ingin mewujudkan hal tersebut saat menyusun kitab penjelasan Al Hikam Ibnu Athaillah. Aroma optimisme dan kebersahajaan dalam hidup merupakan dua nilai yang ingin dilukis utuh Syekh Nawawi Banten dalam buku pengejawantahannya terhadap Al Hikam: Kitab Misbah Adz-Dzulam.

Kitab tasawuf tak melulu harus bermuatan spiritual berat dan dalam. Syekh Nawawi Banten tampaknya ingin mewujudkan hal tersebut saat menyusun kitab penjelasan Al Hikam Ibnu Athaillah. Aroma optimisme dan kebersahajaan dalam hidup merupakan dua nilai yang ingin dilukis utuh Syekh Nawawi Banten dalam buku pengejawantahannya terhadap Al Hikam: Kitab Misbah Adz-Dzulam.

Hal tersebut disampaikan oleh KH. Ahmad Baso dalam serial Program Inspirasi Sahur bersama Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Kamis, (07/04/2023) di akun Youtube BKN PDI Perjuangan dengan Host Dyka Sardjoe.

“Kitab ini ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani, pada abad 19, tepatnya pada tahun 1880-an. Kitab ini sangat terkenal karena belum ada yang menulis syarah (penjelasan, Red) langsung dalam bahasa Arab sebelumnya. Meski sudah ada penjelasan yang ditulis oleh Kiyai Saleh Darat dari Semarang, namun dalam bahasa Jawa Pegon,” ujar peneliti naskah kuno Nusantara ini.

“Wapres kita waktu kunjungan ke Mesir, bangga memperkenalkan kitab ini. Bahwa ada Ulama Indonesia mampu menghadirkan sebuah kitab sufi yang benar-benar relevan dan kontekstual dengan kebutuhan,” imbuh Baso.

Syekh Nawawi, kata Baso, menggunakan kitab tasawuf sebagai sumber inspirasi dalam membentuk etos kerja yang kuat dan membangun semangat hidup yang relevan.Pandangan umum tentang kitab tasawuf yang hanya mengajarkan pemisahan diri dari dunia material adalah keliru. Sebaliknya, kitab tasawuf mendorong kita untuk aktif bekerja dalam memajukan bumi ini, termasuk dalam bidang perdagangan, pertanian, IT, marketing, dan lain sebagainya.

“Nah, makanya kitab ini, disyarah oleh Syekh Nawawi, untuk mengingatkan para umat, bahwa ngaji tasawuf bukanlah mengajarkan fatalisme, predestinasi, atau kepasrahan, tapi sebuah semangat untuk bekerja yang terbaik bagi kehidupan dunia ini,” papar akademisi kelahiran Makassar 52 tahun silam ini.

Kitab ini, lanjut Baso, meskipun bergelut dengan konsep tasawuf yang kompleks, menjadi lebih mudah dipahami berkat penjelasan yang disederhanakan oleh Syekh Nawawi Banten. Bahkan, Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin kerap mengutip isi dari kitab ini dalam pidato kenegaraannya untuk mendorong umat Islam memperkuat ekonomi bangsa, keumatan, syariah, bahkan usaha kecil rakyat.

“Kalau dulu di zamannya Syekh Nawawi kita menghadapi masalah penjajahan, maka sekarang ini, bagaimana mengisi kemerdekaan kita dengan sebuah kerja nyata yang kontributif bagi kehidupan dan kemaslahatan bangsa kita,” tandasnya.

Selengkapnya di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *