Keraton Kasunanan Surakarta di Solo Jawa Tengah dikenal memiliki tradisi unik dalam menyambut malam Lailatul Qadar. Tradisi tersebut dikenal dengan sebutan Malam Selikuran. Kirab 1.000 tumpeng dan lampu atau obor memiliki makna yang mendalam dalam ajaran agama Islam.
Hal itu dijelaskan dalam tayangan Inspirasi Ramadhan 2024 bertajuk “Malam Selikuran Keraton Surakarta” yang disiarkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Minggu (7/4/2024).
“Keraton Kasunanan Surakarta melestarikan tradisi malam selikuran, nantinya ada kirab lampu ting (obor) dan seribu tumpeng untuk memaknai turunnya lailatul qadar. Itu semua nanti akan dibawa ke Taman Sriwedari dan diterima Kepala Dinas Kebudayaan Surakarta untuk kemudian setelah itu dibagikan kepada masyarakat,” ujar KPGH Dipokusumo, Pengageng Parentah Karaton Kasunanan Surakarta.
Lampu Ting dan Obor dalam tradisi selikuran menjadi gambaran penerangan yang dibawa ketika menjemput Nabi Muhammad SAW usai menerima wahyu di Jabal Nur. Hal itu diadakan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat Solo dalam rangka menyambut salah satu umat tuhan yang dipercaya sebagai perantara turunnya malam lailatul qadar yaitu Nabi Muhammad SAW. Adapun, makna dari 1.000 tumpeng itu sendiri menggambarkan anugerah malam 1.000 bulan atau Lailatul Qadar.
Muhammad Syauqi MZ, pendakwah nasional menyampaikan, dalam Al Quran di surah Al Qadr disebutkan bahwa pada 10 hari terakhir Ramadhan disebutkan ada malam lailatul qadar. Pada malam itu, disebutkan turun malaikat dan para ruh untuk mengatur semua urusan dunia ini, sehingga sejahtera lah malam itu sampai terbitnya fajar.
Meski demikian, Syauqi mengatakan, tidak ada yang tahu pasti kapan datangnya malam istimewa lailatul Qadar, karena Allah merahasiakannya agar mendorong umatnya untuk mencari malam Lailatul Qadar itu sendiri. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang merupakan utusan Allah pun tidak tahu secara persis kapan datangnya malam Lailatul Qadar tersebut. Dalam sabdanya, Nabi Muhammad menyampaikan agar kaum muslimin diminta untuk mencari malam Lailatul Qadar di 10 malam ganjil pada 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan.
“Ada kebiasaan baginda nabi ketika masuk 10 hari terakhir di bulan ramadhan, beliau singsingkan lengan baju, menggelar sajadah dan menghabiskan lebih banyak waktu di masjid dibandingkan di rumah,” kata Syauqi.
Syauqi menjelaskan, Kitab Fiqus Sunnah mengajarkan beberapa amalan agar kaum muslimin bisa mendapatkan malam lailatul qadar. Amalan tersebut, yaitu 1. utamakan untuk beritiqaf di masjid, 2. mendirikan salat malam. 3. tadarus al quran, dan 4. memperbanyak zikir dan berdoa, berigstigfar, bersedekah, memberikan makanan berbuka untuk orang lain serta mempersiapkan diri untuk mendapatkan malam lailatul qadar.
“Janganlah kita curang dalam beribadah, karena keutamaan 10 malam terakhir, kebiasaan masyarakat Indonesia hanya beribadah di malam-malam ganjil. Untuk catatan buat kita, sesungguhnya malam lailatul qadar tidak akan didapatkan oleh orang yang malas-malasan beribadah di awal-awal bulan ramadhan,” ujar Syauqi.