Zakat Lebih Baik Disalurkan Langsung atau Melalui Lembaga? Ini Saran dari Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta

Seiring datangnya bulan Ramadhan, pertanyaan mengenai penyaluran zakat menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Muslim. Muncul pertanyaan seputar apakah lebih baik memberikan zakat langsung kepada individu yang membutuhkan atau melalui lembaga zakat.

Beberapa orang cenderung menyalurkan zakat melalui lembaga, namun perlu diingat bahwa salah satu tujuan zakat adalah mendekatkan hati dan emosi, dimana hal tersebut dapat lebih terpenuhi dengan memberikannya langsung kepada yang membutuhkan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh KH. Taufik Damas, Lc., Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta, saat hadir dalam program Inspirasi Ramadhan Edisi Sahur di saluran YouTube BKN PDI Perjuangan bersama pembawa acara Mirza Ahmad dan Shalimar Anwar Sani pada dini hari Selasa (02/04/2024).

“Saya anjurkan ya, kalau bayar zakat itu bertemu langsung sama orang yang berhak menerima, karena dalam zakat itu ada sambung hati antara si pemberi dengan si penerima gitu ya. Bukan kita ingin dihormati, cuman ada sambung hati antara kita yang mengeluarkan zakat dengan orang yang menerima, kalau sudah begitu kan akhirnya terjalin hubungan yang baik,” paparnya.

Dia juga menyarankan agar pembayaran zakat tidak hanya dengan beras, tetapi juga dengan menambahkan uang sehingga penerima zakat fitrah dapat membeli berbagai kebutuhan lain seperti daging dan lauk pauk, meskipun uang tersebut akan dihitung sebagai sedekah.

“Kalau bisa jangan cuman beras, tambahin duit biar orang itu bisa ambil ketupat, beli daging. Kan kayaknya kerjaannya bagus, jangan cuman ngeluarin berasnya doang, ditambahin duit 100-200 ribu,” ungkap lulusan Univeritas Al-Azhar Kairo ini.

Pada bulan Ramadan, khususnya saat mendekati Hari Raya Idul Fitri, masyarakat kurang mampu seringkali membutuhkan bantuan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Oleh karena itu, memberikan zakat langsung kepada mereka bisa menjadi pilihan yang lebih baik, karena dapat memberikan manfaat yang lebih langsung dan signifikan bagi mereka yang membutuhkan, seperti tetangga atau saudara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.

Ini tidak hanya sebagai bentuk berbagi dan kewajiban agama, tetapi juga sebagai bentuk kepedulian sosial dalam membantu sesama yang membutuhkan.

Zakat fitrah sendiri adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang pada bulan Ramadhan, bahkan bayi yang baru lahir pun harus membayar zakatnya. Meskipun ada yang menggunakan beras sebagai pembayaran zakat, namun ada pula yang memperbolehkan penggunaan uang.

Sementara itu, zakat mal tidak harus dibayarkan pada bulan Ramadan, melainkan tergantung pada haul, yaitu masa ketika seseorang memiliki harta yang harus dikeluarkan zakat setelah berlalu satu tahun dan sampai nisabnya atau batas minimum kepemilikian harta sejumlah 80 gram emas.

Besaran zakat mal adalah dua setengah persen dari total nilai harta yang dimiliki, misalnya jika seseorang memiliki harta senilai 100 juta rupiah, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 2,5 juta rupiah.

“Zakat (mal) ini dapat diberikan langsung kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti tetangga atau saudara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, sebagai bentuk berbagi dan kewajiban agama,” ungkap pendakwah asal Kalimantan ini.

Bayar zakat sebenarnya adalah upaya untuk membersihkan jiwa dan harta kita. Ini adalah cara untuk membersihkan harta dari segala bentuk dosa dan kesalahan, terutama dalam konteks kerja dan bisnis.

Tujuan zakat adalah membersihkan harta kita secara moral dan spiritual, membuatnya menjadi suci. Namun, jika harta tersebut didapat dengan cara yang meragukan atau bahkan haram, pembayaran zakat tidak akan membersihkannya sepenuhnya.

“Tapi kalau kebanyakan yang syubhatnya, kebanyakan haramnya enggak bisa suci dengan zakat. Kayak koruptor. Enggak bisa begitu ya, tetap dosa karena produksinya,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *