Agama Islam mengajarkan prinsip keseimbangan dan keadilan dalam hubungan suami istri saat membangun rumah tangga. Hal itu tidak lepas dari ajaran Rasulullah yang memperkenalkan kepada dunia bahwa perempuan tidak boleh dianggap sebelah mata, perempuan perlu didengarkan pendapatnya, dan perempuan dapat mengambil keputusannya sendiri. Maka, pembagian peran antara suami dan istri secara seimbang dalam rumah tangga adalah suatu yang diperlukan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid dalam acara Inspirasi Ramadan bertajuk “Perempuan dan Makna Spiritual di Ramadhan” yang tayang di akun Youtube BKN PDI Perjuangan pada Jumat (22/3/2024).
“Saat saya kecil dahulu, saat almarhum Gus Dur masih sehat, saat Ramadhan kan tim domestik pada pulang kampung, itu bagi tugas tuh yang nyuci Gus Dur, yang masak ibu, yang bersihin rumah Gus Dur. Jadi yang penting itu ya di dalam keluarga itu saling memberi, saling memperkuat, terus adil,” ujar Alissa.
Menurut Alissa, prinsip saling memperkuat dan prinsip keadilan dalam keluarga sudah diajarkan oleh Rasulullah. Bahkan, saat zaman jahiliiyah, dengan Islam, Rasulullah memperkenalkan cara pandang baru terhadap perempuan saat itu. Alissa mengatakan, pada peradaban masa itu perempuan masih diperlakukan sebagai “milik”, tetapi rasulullah memperkenalkan cara pandang baru melihat perempuan, menaikan derajat perempuan. Menurut Alissa, jika di zaman jahiliyah perempuan harus mau dinikahkan oleh siapa saja terserah orang tuanya, maka Rasulullah menyatakan bahwa perempuan bisa menolak jika perempuan merasa tidak mau dinikahkan dengan laki-laki tersebut.
“Bahkan, Rasulullah mengajarkan juga agar suami harus bermusyarwarah dengan istrinya untuk mengambil keputusan, misalnya kapan si istri berhenti menyusui. Perempuan juga perlu didengarkan pendapatnya, bisa ambil keputusan. Nah ini rasulullah perkenalkan itu saat itu, jadi seharusnya kita sebagai umat Islam merasa beruntung,” kata Alissa.
Alissa menyampaikan, Ramadhan merupakan waktu yang tepat bagi kaum perempuan meningkatkan kualitas spiritualnya. Ramadhan menjadi waktu yang tepat agar perempuan bisa meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Hal itu karena meskipun berperan sebagai ibu di rumah, sejatinya identitas individu seorang perempuan tidak akan pernah hilang.
“Kapan kita perempuan menjadi individu di luar, kapan jadi bagian dari keluarga? Boleh gak sih perempuan punya “me time?” Senior saya titik farkha, setelah menikah pernah sampaikan, kok sejak aku menikah, aku merasa hilang me nya, dikenal sebagai nyonya, atau ibunya. Nah menurut saya itu jangan sampai hilang identitasnya kita sebagai individu, karena kita kan individu, yang dihisab nanti itu kan kita loh sebagai individu bukan sebagai istrinya siapa, nyonya siapa. Jadi tetap kita harus ada ruang bagi diri kita sendiri, tetap jalankan kewajiban kepada allah, dan di ramadhan kita bisa muhasabah untuk diri kita sendiri, kalau gak ada me timenya, ya minta,” ujar Alissa.