Polusi udara di Jakarta beberapa waktu terakhir berpotensi mengancam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Hasil riset mengungkap bahwa polusi udara di Jakarta dapat mengurangi angka harapan hidup hingga 5,5 tahun. Persoalan polusi udara dan permasalahan lain terkait peningkatan kualitas SDM Indonesia harus menjadi prioritas pembangunan pemimpin ke depan jika bonus demografi dan peluang Indonesia Emas 2045 tidak berubah menjadi kutukan demografi.
Hal itu disampaikan Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Yanuar Nugroho dalam Podcast Series Kemerdekaan berjudul “78 Tahun Indonesia Merdeka, Polusi Udara dan SDGs di Indonesia” yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan dipandu Aris Setiawan Yodi pada Senin, (21/08/2023).
“Berdasarkan hasil riset Air Quality Life Index 2021, masyarakat Indonesia secara rata-rata nasional berpotensi kehilangan 2,5 angka harapan hidupnya. Belum selesai, di kota-kota besar, seperti di Jakarta, dengan polusi udara, itu dapat memperpendek angka harapan hidup masyarakat sampai 5,5 tahun,” kata akademisi Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara ini.
Menurut Yanuar persoalan polusi udara yang semakin parah belakangan ini harus segera ditangani dengan kebijakan yang tepat sasaran. Kebijakan itu tidak bisa hanya kebijakan yang bersifat sementara, seperti Work From Home (WFH) dan 4 in 1, tetapi harus menyeluruh dengan mengembalikan baku mutu udara yang dimiliki Indonesia.
Ihwal baku mutu udara, Yanuar mengatakan, itu sejalan dengan konsep Sustainable Development Goals (SDGs) yang fokus dalam menjaga kondisi iklim dan lingkungan di dunia.
“Sebagai negara yang mewajibkan penerapan SDGs di negaranya, karena sebenarnya sifatnya di dunia ini SDGs voluntary, namun Indonesia mewajibkan, maka sudah seharusnya Indonesia menerapkan konsep pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan dan inovasi. Dengan demikian, pembangunan akan tetap memperdulikan kondisi alam sehingga tidak mengancam pertumbuhan sumber daya manusia kita,” kata Yanuar.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan 2015-2019 ini menjelaskan, pemerintah sudah seharusnya memiliki concern terhadap hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan sumber daya manusia. Hal itu karena sudah terdapat ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia jika tidak memperbaiki kualitas sumberdaya manusianya. Menurutnya, bonus demografi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menopang Indonesia emas 2045 bisa berbalik menjadi bencana atau kutukan demografi jika pembangunan manusia gagal dimanfaatkan.
Pria yang meraih gelar doktor dari University of Manchester itu menambahkan, sudah banyak negara maju yang menjadikan pembangunan sumber daya manusia sebagai kunci kebangkitan negaranya. Ia menceritakan bagaimana Jepang yang membangun kembali negaranya setelah sempat hancur karena tragedi bom atom menimpa Hiroshima dan Nagasaki di tahun 1945.
“Hal pertama kali yang dilakukan oleh Kaisar Hirohito sebagai pemimpin Jepang saat itu adalah memastikan berapa jumlah guru yang selamat dari musibah tersebut, hal itu terjadi karena ia sadar bahwa satu-satunya cara untuk mereka bangkit lagi adalah dengan menciptakan pendidikan yang baik,” tutur Yanuar.
Lebih lanjut, Yanuar menjelaskan pemerintah sebenarnya telah memiliki program – program strategis guna memperbaiki pembangunan di sektor hulu yang berkaitan dengan sumberdaya manusia dalam 10 tahun terakhir. Beberapa di antaranya, yaitu dengan program BPJS Kesehatan dan program pengentasan stunting.
“Program-program pembangunan sumber daya manusia ini penting untuk dilakukan dan dioptimalisasi guna memastikan generasi Indonesia kedepan dapat lebih sehat, dan lebih pintar. Maka dari itu, pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai tokoh dan akademisi untuk mamastikan program tersebut terlaksana. PDI Perjuangan patut berbangga, karena Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu tokoh yang getol menyuarakan pemberantasan stunting,” ujar Yanuar.
Adapun, Yanuar mengakui, masih terdapat sektor yang perlu perhatian lebih oleh pemimpin selanjutnya, yaitu segi tata kelola pemerintahan dan birokrasi yang baik. “Kita harus mengakui bahwa reformasi hukum, reformasi birokrasi, dan pelayanan kesehatan kita masih perlu diperbaiki kualitasnya, karena jika tidak bonus demografi yang harusnya dinikmati bangsa Indonesia untuk menggapai visi Indonesia emas, malah jadi bencana bencana ataupun kutukan demografi,” kata Yanuar.
Selengkapnya di