Program Inspirasi Buka Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 25: Gibah Saat Puasa| KH. Muhammad Yusron Shidqi, MA.
Menjaga lisan berlaku dimana saja, tak terkecuali di media sosial yang kerap tumpah sumpah serapah dan bahan gunjingan. KH. Muhammad Yusron Shidqi memberi peringatan keras terkait hal ini. Gibah di media sosial punya konsekuensi dosa jariyah alias dosa yang terus turun temurun.
“Kita nih sama orang, selain baik perilakunya tapi lisannya juga harus baik. Kita ingin supaya orang nyaman di samping kita, jangan sampai orang itu kabur, tapi jangan juga ngomongin di belakang,” ujar Gus Yusron dalam program Lenong Menunggu Buka Puasa 2023 yang diunggah di akun Youtube BKN PDI Perjuangan, Minggu (16/4/2023).
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Depok itu memaparkan bahwa berkata dengan perkataan yang buruk akan mengakibatkan kebiasaan dan berujung kemudharatan. Sebab, gibah sering digambarkan seperti memakan bangkai saudara sendiri.
“Perumpamaannya seperti makan daging teman sendiri. Maksudnya begini, kita sesama muslim harus saling sayang satu sama lain,” jelas Gus Yusron.
Dai yang juga putra bungsu KH. Hasyim Muzadi itu memandang, perumpamaan tersebut menggambarkan betapa biadabnya perbuatan gibah ini. Gus Yusron mengibaratkan orang yang sudah tak berdaya dan bahkan sudah meninggal namun masih terus dihajar. Sehingga, orang semacam ini dianggap tidak memiliki kemanusiaan dan tidak mengindahkan ajaran Islam.
“Ada orang yang sudah menyerah masih dipukuli aja, kan kasian. Ada orang yang dipukuli sampai mati, ini kan kasian banget. Lha, ini ada orang sudah mati, kok masih dipukulin,” ucapnya geram.
“Orang yang gibah, orang yang ngomongin di belakang, jadi sama seperti itu. Jadi dia gak berdaya masih saja disikat,” imbuhnya.
Bahkan tak berhenti sampai itu saja, Direktur Eksekutif Institut Hasyim Muzadi ini menyinggung perkembangan teknologi yang semakin canggih berkorelasi dengan ketajaman lisan yang kadang terlampau menyinggung orang lain di dalam media sosial. Membuat status-status yang menyinggung adalah salah satunya.
Menggunjing orang lain lewat status dan video di media sosial, kata Gus Yusron, termasuk gibah. Bahkan, kecepatan dan keluasan audiens penerima pesan di media sosial menjadikan konten yang dibagikan bergulir sungguh cepat.
“Kalau ngomongin orang biasanya, orangnya sudah mati, omongannya masih terus ada lama. Apalagi omongannya di Facebook, omongannya di Instagram, zaman sekarang itu begitu,” kata Gus Yusron.
Menurut Gus Yusron, bahaya “julid” dan menggunjing di media sosial akan terus terekam jelas sampai generasi selanjutnya, sehingga kejelekan yang diposting di media sosial akan terus dikonsumsi dari generasi ke generasi selanjutnya, sehingga dosanya pun akan terus berlanjut secara turun-temurun.
“Akhirnya orang itu tidak punya perasaan, karena dia gibah di media sosial, orang yang telah meninggal pun gibahnya masih ada, dosanya terus. Ini namanya dosa jariyah,” katanya.
Meski begitu, ada juga gibah yang diperbolehkan dalam Islam. Menurut Gus Yusron, gibah ini harus dilandasi dengan alasan yang dibenarkan syariat yang tujuannya untuk kebaikan.
“Ngomongin buruk ini sebenarnya diperbolehkan kalau ada kepentingan, misalnya nih ngomongin orang pas mau nikah. Ini boleh, yang penting ada tujuan baik,” papar Gus Yusron.
Tonton selengkapnya di