Program Inspirasi Buka Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 24 – Pacaran dalam Islam| Riri Khariroh, M.A
Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua individu yang ingin saling mengenal sebelum ke tahap pernikahan. Namun dalam ajaran Islam, pacaran justru dilarang, bahkan didefinisikan sebagai bentuk pergaulan bebas.
“Sebenarnya dalam Islam, gak ada istilah pacaran. Karena kalau kita ngomongin soal pacaran definisinya itu biasanya pergaulan bebas antara laki- laki dan perempuan, yang jelas bukan mahramnya,” kata aktivis perempuan Riri Khariroh dalam acara Program Lenong Betawi Menunggu Buka Puasa Episode 24 yang ditayangkan akun Youtube Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Sabtu (15/4/2023).
Riri juga menjelaskan dalam hal ini dianggap sebagai pergaulan bebas karena pada proses pacarana kerap diikuti oleh perbuatan yang kurang baik dan dewasa kini banyak yang menganggap boleh melakukan apa saja, apalagi mendekati zinah
“Pacaran dalam konteks pergaulan bebas, boleh melakukan apa saja, apalagi mendekati zina, itu sangat berbahaya sekali dan di dalam Islam itu sangat di larang. Allah berfirman di dalam Al-Quran janganlah mendekati zinah, karena perbuatan itu sangat keji,” kata perempuan yang pernah menjabat Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) ini.
Riri mengatakan untuk sekadar mengenal lawan jenis diperbolehkan dalam ajaran Islam asalkan mengikuti juga aturan atau rambu-rambu yang sudah ditentukan. Dalam sebuah hadis mengatakan jika pertemuan perempuan dan laki-laki harus ditemani oleh oleh orang tua atau keluarga lainnya dengan tujuan untuk menghindari hal-hal negatif terjadi.
Di dalam Islam tidak melarang, kalau ‘Teteh’ kenal sama ‘Aa’ misalnya, asalkan didasarkan pada niat yang benar. Jadi penjajakan siapa tahu memang itu jodoh. Tetapi perlu ada rambu-rambunya, di Islam sendiri itu diatur. “Jadi ada sebuah hadis yang mengatakan janganlah laki-laki dan perempuan itu berdua-duaan tanpa ditemani orang tua atau keluarga lainnya supaya menjaga tidak terjadi hal-hal yang negatif,” tutur Direktur Pusat Edukasi Pemberdayaan dan Konseling Keluarga (PUSAKA).
Lebih lanjut, Riri menilai, untuk saling mengenal bahkan dianjurkan asalkan didasari oleh keinginan yang serius ke arah pernikahan. Hal ini juga diperkuat dengan sebuah hadis yang mengatakan sebelum menikah seseorang harus datang lalu melihat perempuan yang ingin dinikahi.
Riri menjelakan, saling mengenal boleh, tapi diniatkan dalam rangka untuk betul-betul ada misalnya untuk kemudian nanti mengarah kepada pernikahan. Bahkan memang dianjurkan untuk mengenal. Ada satu hadis Rasulullah mengatakan ketika ada seorang laki-laki bertanya, rasul saya pengen menikah, kemudian Rasulullah menjawab kamu udah pernah lihat belum yang mau kamu nikahi, lalu lalu Ia menjawab belum. “Lalu bagaimana kamu belum pernah lihat. Datanglah, lihatlah, siapa tahu perempuan itu ada sesuatu di matanya. Jadi anjurkan memang untuk mengenal,” papar Riri.
Hal ini disampaikan Riri karena saat ini ketertarikan pada lawan jenis saat ini sangat normal untuk anak-anak mudah masa kini, sehingga perlu dikendalikan. Bahkan dalam sebuah hadis telah mengajarkan jika dalam hubungan dengan lawan jenis,namun berpikir atau berimajinasi hal yang buruk, makan disarankan untuk puasa, karena dapat menahan hal-hal buruk terjadi.
Ia mengungkapkan, sebenarnya ketertarikan pada lawan jenis itu suatu yang normal karena memang masa-masanya anak muda lagi seperti itu. Memang itu harus dikendalikan, makanya ada hadis bahwa kalau kamu misalnya berpikir atau berimajinasi yang buruk terhadap dengan lawan jenis lebih baik puasa. “Karena puasa itu bias menahan dari hal-hal yang buruk, terutama untuk menahan hawa nafsu itu sendiri “ pungkas Riri.
Kemudian Riri juga menjelaskan dalam memilih pasangan, ada kriteria-kriteria yang harus dipertimbangan. Dalam Islam yang sangat utama carilah pasangan yang soleh atau solihah. Hal lain lagi yaitu harus sekufu atau pasangan yang dipilih harus sepadan baik secara pendidikan, harta, dan fisik. Hal ini ditentukan agar perkawinannya menjadi sakinah mawaddah warahmah an tidak jadi omongan masyarakat dikarenakan ketidak sepadanan antara laki-laki dan perempuan.
Ia menerangkabm di Islam itu yang sangat utama itu dia haru soleh atau solihah, maksudnya punya iman. Di samping soleh dan solihah yang kedua itu harus sekufu. Sekufu itu sepadan, jangan sampai terlalu jomplang, jangan sampai misalnya yang perempuan terlalu cantik, yang laki-laki kurang karena kedepannya juga akan berdampak kurang baik. Misalnya contoh yang satu terlalu kaya dan satunya miskin, di masyarakat diomongin. “Jadi alangkah baiknya harus sekufu, baik dari aspek keimanan, Pendidikan, harta termasuk yang juga penting fisik.Tapi bukan berarti gak boleh, tapi sebaiknya sekufu karena kedepan di dalam perkawinannya itu sakina, mawada, wahroma,” kata Riri.
Riri juga menyampaikan bahwa pernikahan merupakan bagian dari perjalanan spiritual antara manusia dengan Allah bukan hanya sekedar memiliki anak. Oleh sebab itu maka pernikahan itu perlu diatur mulai dari proses perkenalan, hingga pada proses pernikahan sehingga dapat terciptanya rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.
Dalam Islam sendiri pun orang menikah diatur. Mulai dari segi tata cara perkenalannya, termasuk juga persiapan-persiapannya, cara meminang, bahkan dalam pernikahan pun diatur bagaimana dalam rumah tangga nanti betul-betul sakinah mawaddah warahmah. “Karena tujuan pernikahan bukan hanya memiliki anak, tapi itu kan bagian dari perjalanan spiritual manusia untuk bisa dekat kepada Allah,” pungkasnya.
Lihat selengkapnya di