Program Inspirasi Buka Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 16 Kampanye dalam Masjid | KH. Taufik Damas, Lc.
Rumah ibadah sebagai tempat umat beragama untuk menunaikan ibadah tak jarang dijadikan sebagai tempat untuk kampanye politik. Hal ini jelas-jelas merupakan sesuatu yang tidak boleh dilakukan, tak terkecuali di masjid. Penegasan itu disampaikan oleh Sekretaris Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Rano Karno dalam serial ‘Lenong Menunggu Buka Puasa 2023’ yang ditayangkan akun Youtube BKN PDI Perjuangan menjelang Berbuka Puasa Hari Keenam Belas pada Jumat (07/04/2023).
Rano yang tampil bersama Kepala BKN PDI Perjuangan DKI Jakarta Shalimar Anwar Sani mengingatkan bahwa saat ini sudah memasuki tahun politik, mendekati musim kampanye Pileg, Pilpres, dan Pilkada 2024. “Jangan sampai ada yang kampanye di rumah ibadah. Hati-hati, jangan sampai kampung kita bobol,” kata Gubernur Banten 2014-2017 itu.
Pemeran ‘Si Doel’ ini menegaskan, jangan sampai umat beragama di tanah air dipecah belah. “Mau apapun agamanya, mau pilih siapa silakan, deh, silakan. Tapi jangan sampai kita dipecah belah. Kalau duren sih dipecah belah enak,” kata Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, kebudayaan, pemuda, dan olah raga ini.
“Kita kan sudah sepakat, tidak boleh kampanye di rumah ibadah. Kalau memang sedang ada Majelis Taklim, ya sudah ngomongin soal Majelis Taklim saja. Ini tak hanya berlaku di musholla, tapi juga di gereja dan tempat-tempat ibadah lain. Ibadah ya ibadah aja, deh. Dilarang kampanye!” kata politisi PDI Perjuangan yang mengawali karir politiknya sebagai Wakil Bupati Tangerang dan berlanjut sebagai Wakil Gubernur Banten ini.
Pendapat senada disampaikan Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta KH. Taufik Damas Jakarta. Taufik Damas menyampaikan bahwa orang yang masuk ke tempat ibadah merupakan orang beradab. Adanya perbedaan partai politik, ataupun pilihan politik menjelang pesta demokrasi tidak boleh boleh dibawa ke tempat ibadah karena tempat ibadah merupakan tempat untuk bersatu dalam ketakwaan.
“Yang namanya tempat ibadah itu tempat yang sakral. Tempat buat orang beribadah, mensucikan diri, ngecharge spiritualituas. Karena itu, tempat ibadah apapun tidak boleh dipakai untuk kampanye politik,” ungkap pengasuh program “Artis Bertanya Kiai Menjawab” di TVNU ini.
Ulama 49 tahun ini menenekankan, orang yang masuk tempat ibadah itu kan beradab. “Kalau dalam konteks politik ada yang partai A, partai B, nanti begitu pilpres yang masuk ada pendukung nomor 1, nomor 2. Nah, ketika mereka masuk ke tempat ibadah itu, tempat mereka bersatu dalam ketakwaan. Jangan malah dibelah,” ungkap Taufik Damas.
“Dalam bahasa arab masjid itu disebut jāmi, artinya menyatukan orang. jadi begitu masuk dalam masjid orang itu harus bersatu apapun partainya, apapun afiliasi politiknya, apapun dukungannya, walaupun beda kelas ekonomi, Pendidikan Bersatu di dalam masjid,” pungkasnya.
Tak hanya soal politik, analogi ini berlaku juga di hal ekonomi. “Mungkin bicara politik boleh, tapi kampanye politik tidak boleh. Sama dengan orang bicara ekonomi di masjid, dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat, boleh saja. Tapi kita dagang siomai di dalam tempat ibadah, ya tidak boleh,” tegasnya.
Taufik Damas mengisahkan, Nabi Muhammad SAW juga menyampaikan pesan-pesan politik di masjid, namun hal ini dalam konteks politik nilai yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang beradab.
“Ngomong politik itu boleh, kampanye politik itu tidak boleh. Nabi Muhammad itu dulu tentu menyampaikan pesan-pesan politik, tapi politik beliau itu kan politik nilai, membangun masyarakat yang beradab,” lanjut kiai lulusan Jurusan Akidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar ini.
Taufik Damas juga menuturkan bentuk pesan politik nilai yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan mengubah nama kota Yathrib menjadi Madinah. Hal ini dilakukan saat Ia hijrah dari Mekkah ke Madinah.
“Kata Madinah ini dalam Bahasa Arab disebut Tamadun memiliki makna budaya dan peradaban. Makna inilah yang menjadi visi dan misi-Nya untuk meningkatkan kesadaran budaya dan meningkatkan kesadaran berkeadaban dalam masyarakat,” jelasnya. Ciri kesadaran budaya dan kesadaran berkeadaban itu ada dua, yakni mencintai llmu pengetahuan dan menghormati segala bantuk perbedaan.
Al-Quran tepatnya Surat At Taubah ayat 107-108 bahkan menyebut bahwa Nabi Muhammad pernah dilarang Allah masuk ke masjid dhirar, ‘masjid yang berbahaya’, karena di masjid itu ada kampanye politik, caci-maki, fitnah, serta hoaks yang memiliki kecenderungan membelah masyarakat.
“Kalau di dalam politik, kita tidak bisa menghindarkan diri dari keberpihakan. Biarkan perbedaan ini ada di luar masjid. Begitu masuk masjid, semua harus disatukan. Semua tempat ibadah harus steril dari kampanye politik, karena umat pasti pilihannya beda. Persaudaraan itu lebih penting daripada soal dukung mendukung,” tegas Ketua Forum Silaturahmi Bangsa (FSB) ini.
Selengkapnya di