Hari-hari ini, pemerintah berencana memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan, sebuah gagasan besar yang ternyata idenya sudah jadi visi Bung Karno puluhan tahun silam. Latar belakang pemindahan ibu kota didasari karena melihat Jakarta semakin hari semakin padat dan kondisi geografis yang tak memungkinkan lagi. Maka, dengan kondisi seperi itu muncul gagasan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota perdagangan atau ekonomi saja. Lantas, yang menjadi persoalan saat itu, kemana tujuan Ibu Kota Negara berikutnya?
Pokok-pokok penting ini diungkapkan sejarawan senior Prof. Dr. Anhar Gonggong, M.A. pada Talkshow & Musik ‘Bung Karno Series’ Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan, Selasa, 22 Juni 2021. Episode ke-22 ‘Bung Series’ bertema: Bung Karno dan Ibu Kota Baru dipandu selebritas dan anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Agustina Hermanto alias Tina Toon.
“Sebenarnya, pikiran Bung Karno saat itu mau meletakan ibu kota negara tepat di tengah-tengah dari seluruh wilayah republik,” kata Anhar.
Pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 77 tahun lalu itu melanjutkan, dengan perhitungan geografis ibu kota negara berada di tengah-tengah wilayah Indonesia, akhirnya Bung Karno memilih Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah. Hal itu sebenarnya tertuang pada pidato Bung Karno di dalam salah satu rapat pleno Dewan Perancang Nasional, yang juga menyebutkan akan adanya pemindahan Ibu Kota. Bahkan pada saat kota Palangkaraya mulai dibangun, struktur dan rancangan untuk menjadi ibu kota negara sudah ada dalam pikiran dan gambaran Bung Karno.
“Namun, adanya peristiwa G-30 S membuyarkan rencana Bung Karno, karena pasca kejadian tersebut Bung Karno sudah tidak punya kekuasaan lagi,” ungkap Anhar.
Namun, berdekade kemudian, era pemerintahan Presiden Jokowi mengambil inisiatif untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan. Bedanya, Presiden Jokowi memindahkan Ke Kalimantan Timur, sedangkan Bung Karno ke Kalimantan Tengah. Hanya saja, persoalan yang harus dipikirkan kemudian, memindahkan Ibu Kota bukan pekerjaan gampang, namun pekerjaan yang sangat berat.
Anhar menerangkan, satu-satunya negara yang memindahkan ibu kotanya secara singkat yaitu Myanmar. Perpindahan ibu kota berlangsung dari Yangon atau Rangoon menuju Naypyidaw yang berjarak 320 kilometer di sisi utara.
“Prosesnya bisa dikatakan tidak sampai setahun,” kata pria yang menyelesaikan S-2 di Universiteut Leiden, Belanda, dan lanjut S-3 Sejarah di Universitas Indonesia ini.
Anhar juga mencontohkan perpindahan ibu kota Pakistan dari Rawalpindi ke Islamabad yang membutuhkan 8-12 tahun dari awal gagasan hingga realisasi dengan biaya yang sangat besar dan perencanaan matang.
Tak lupa, Anhar mengingatkan bahwa memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan harus benar-benar diperhitungkan karena perpindahan antar pulau. Selain itu, perpindahan ibu kota juga tidak mungkin diselesaikan dalam waktu tiga tahun, namun minimal membutuhkan waktu 10-15 tahun dan juga biaya yang sangat besar.
Terakhir, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini berpesan, “Jangan melangkah sebelum memiliki perencanaan sematang mungkin, karena begitu terpatahkan, yang kasihan Pak Jokowi karena sudah tidak bisa iku cawe-cawe,”
Program ‘Talkshow & Musik’ BKNP PDIP dengan tema besar ‘Bung Karno Series’ hadir setiap hari pada bulan Juni pukul 16.30 WIB, tayang selama satu bulan penuh, dan dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.
Video selengkapnya bisa disimak di