Tampil di Karni Ilyas Club, Pilkada Serentak 2024: Bukan untuk Menjegal Anies

Menjadi bintang tamu program talk show wartawan senior Karni Ilyas di kanal Youtube Karni Ilyas Club bersama Politisi PKS Mardani Ali Sera.

Kembali bicara terkait Pilkada Serentak, yang sebaiknya tetap dilaksanakan pada 2024, daripada usulan menggelarnya pada 2022 dan 2023.

Memang, revisi undang-undang Pemilu ini yang paling greget adalah soal Pilkada, yang sesuai kesepakatan UU No 10/2016 bahwa Pilkada serentak berlangsung pada 2024.

Ini kan undang-undang inisiatif DPR, jadi saat berhadapan dengan pemerintah, suara di masing-masing partai harus sudah disatukan. Termasuk soal Pilkada pada 2022 dan 2023 yang tidak bisa dilaksanakan, dan baru digelar pada 2024.

Soal keputusan MK 2024 bahwa Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan pada waktu yang sama, itu kan artinya tidak harus pada waktu dan jam yang sama, tapi di tahun yang sama. Pilpres dan Pileg digelar April sementara Pilkada November. Ada jeda waktu sekitar 6-7 bulan.

Memang, revisi sebuah undang-undang bagi DPR adalah hal yang biasa. Tapi, dengan catatan, revisi itu merupakan akibat dari proses undang-undang yang sudah dilaksanakan dalam waktu tertentu dan mengalami berbagai hal yang perlu disempurnalkan. Dari situ, dikeyahui efektif atau tidaknya aturan-aturan itu ada bahan evaluatifnya.

Undang-undang ini sudah disepakati di Rapat Paripurna dan menjadi dasar untuk dilaksanakan pemerintah. Kenapa mau kita revisi padahal belum dilaksanakan? Bahan evaluatifnya seperti apa? Pemilu Serentak memang sudah dilakukan, tapi Pilkada Serentak kan belum?

Tanpa mengabaikan ada kecenderungan secara politik kekhawatiran penjabat kepala daerahnya akan didominasi oleh partai penguasa. Untuk itu, ya mari kita sepakati dalam aturan-aturannya.

Kita sepakat bahwa saat ini bahwa tidak ada kekuasaan absolut. Ada 270 kepala daerah yang kemungkinan akan diisi oleh penjabat kepala daerah yang dalam proses sekarang tidak mungkin menggunakan sesuatu yang tak punya legitimasi di publik.

Pengangkatan 270 penjabat kepala daerah ini harus mempertimbangkan betul-betul, jangan sampai tanpa standar-standar kompetensi yang transparan. Untuk itu misalnya perklu ada kursus regular, seperti di Lemhanas, atau melalui partisipasi-partisipasi publik lainnya.

Terkait masukan dari KPU bahwa dari pengalaman sebelumnya Pilpres Pileg digelar bersamaan banyak petugas yang kelelahan hingga meninggal, kan untuk Pilkada 2024 sudah diputuskan November, tidak bersamaan dengan Pemilu tingkat pusat.

Jangan sampai kesepakatan untuk tidak merevisi UU Pilkada ini menimbulkan kalkulasi-kalkulasi politik praktis. Kalau bicara dirugikan ya sama. Karena biasanya incumbent dapat prioritas kemungkinan menang, terkait faktor legitimasi program. Kalau pelaksanaan programnya baik, akan dapat dukungan.

Narasi besar Pemilu Serentak pada 2024 adalah bagaimana membangun demokrasi prosedural, tapi jangan terlalu aroma kegiatan kepartaian hanya digunakan untuk urus Polkada. Partai perlu memberdayakan kadernya, misalnya dengan menyelenggarakan kursus-kursus kepemimpinan politik. Jangan habiskan enegi dengan mengurus pilkada yang bisa digelar tiga kali dalam lima tahun.

Selain itu, ada kesinambungan ketika pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota mengalami pergantian dari presiden, gubernur hingga walikota atau bupati. Jadi, politik anggaran dari pusat ke daerah ada dalam satu ayunan.
Ini murni demi kualitas demokrasi yang lebih baik, tinggal dicari mana yang kurang cocok, diperbaiki dampak dan eksesnya.

PDI Perjuangan tetap ingin Pilkada Serentak 2024, karena kita ingin memperbaiki kualitas demokrasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kesinambungan proses NKRI dari pusat ke daerah. Hanya satu tahun urusan pemilu, lalu mikir negara, mikir rakyat.

Hal-hal yang kita anggap kurang, kekhawatiran Partai Demokrat dan PKS harus dibicarakan agar Pilkada Serentak 2024 lepas dari ‘suudzon’ pihak-pihak lain terhadap partai penguasa.

Narasi-narasi besar ini jangan dinegasikan dengan hal-hal praktis, kalkulatif kekuasaan. Di sinilah posisi kenegarawanan DPR kita angkat kembali, dengan peraturan-peraturan turunan dari Undang-undang Pilkada ini.

Kalau dibilang Pilkada Serentak digelar 2024 untuk menghilangkan pamor Anies, ya tidak benar, karena ini juga menghilangkan pamor Khofifah, Ridwan Kamil, Ganjar dan siapa saja yang memang 2022-2023 selesai. Semua ada kalkulasi politik yang ada untung rugi. Dan pada pembahasan 2016 itu sudah kita sepakati untuk kita bayar dalam kontribusi membentuk Pilkada Serentak 2024.

Tidak fair kalau dibangun narasi tidak merevisi Undang-undang itu untuk menjegal Anies. Kalau memang logika berpikirnya demikian ya berarti ini juga mengganjal Khofifah, Ridwan Kamil, Ganjar.

Terlalu kecil menyandingkan Anies dengan narasi besar membangun demokrasi yang sehat dan bagaimana mencari formulasi bangsa ini berdemokrasi ke depan.

Saya tidak mengecilkan Anies, tapi ini ada suatu kerja besar bangsa lewat proses legislasi yang sedemikian terencana, terus mau diganti seolah-olah kita ingin mempertahankan undang-undang yang belum dilaksanakan hanya demi menjegal Anies. Tidak benar itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *