Kompas Petang KompasTV bersama Cynthia Rompas, Suko Widodo dan Juri Ardiantoro.
Apapun persepsinya, Joko Widodo tidak dalam posisi netral. Bisa dilihat dari gesturnya, juga saat bagi-bagi bantuan dengan di belakangnya ada gambar Prabowo-Gibran.
Ini menunjukkan kedatangan Joko Widodo seolah-olah akan menghanguskan pemerintahan PDI Perjuangan selama hampir 20 tahun. Padahal, dengan lebih dari 20 kepala daerah atau 30 kalau dihitung bersama wakilnya di kabupaten-kota di Jawa Tengah, PDI Perjuangan serius betul memikirkan nasib rakyat selama 15 tahun terakhir, sehingga banyak wakil kami terpilih sebagai kepala daerah, termasuk Pak Joko Widodo.
Soal pupuk misalnya, bukan soal kartu, tapi karena pemerintah tak berniat menambah subsidi. Kemudian ada pupuk gratis, juga bantuan beras, BLT dll, itu bukan karena Joko Widodo, tapi juga atas keputusan DPR RI. Saya kira rakyat sudah cukup cerdas dalam hal ini.
Fenomena ini lebih memunculkan kedatangan Joko Widodo, bukan kedatangan Prabowo-Gibran ke Jawa Tengah, seperti Joko Widodo yang maju untuk periode ketiga. Kami berusaha berpikir positif bahwa kehadiran Joko Widodo ke Jateng tetap dalam kehadirannya sebagai presiden, bukan menjadi semacam jurkamnya Prabowo-Gibran.
Yang mengkhawatirkan adalah adanya tekanan bagi kepala desa oleh oknum aparat yang “mengancam” sampai meminta target suara. Soal strategi PDI Perjuangan menjaga kandang banteng, seluruh kader dan relawan tetap bergerak turun ke bawah.
Di kalangan menengah ke atas, saat ini mulai menunjukkan ketidaksukaan atas sikap Joko Widodo mencalonkan Prabowo-Gibran. Sementara di kalangan bawah, memang ‘Pak Jokowi di hati, tapi Ganjarlah yang dinanti, bukan Prabowo-Gibran’.
Kalau ada bantuan pupuk, bantuan pangan, terima saja dari Presiden Jokowi, tapi nanti tetap nyoblosnya Ganjar-Mahfud.