Saat partai-partai politik pengusung mengusung Pak Jokowi menjadi presiden dua periode, itu bukan sekadar mengusung orang, tapi tapi bagaimana mengusung ide dan gaasan. Dari idelogi, konstitusi, menjadi visi, misi, diturunkan sebagai kebijakan dan program. Misalnya, bagaimana Pemilu harus menghasilkan kesejahteraan. Bagi rakyat, kesejahteraan itu kuncinya dua: meningkatkan pendapatan dan menurunkan pengeluaran.
Keberhasilan Jokowi 1.0 (2014-2019), Jokowi 2.0 (2019-2024), dengan Jokowi 3.0 nya nanti akan dilanjutkan dan ditambahkan oleh Ganjar Pranowo. Kami ini tidak mengubah narasi, tapi kami merupakan bagian dari milik pemikiran Jokowi itu.
Kami terus lihat apa yang sudah dikerjakan selesai, apa yang sedang dikerjakan, dan apa yang belum dikerjakan tapi merupakan program Jokowi. Inilah PR yang akan dilanjutkan presiden berikutnya, dalam hal ini pemerintahan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Awal mula menarasikan Ganjar Pranowo sebagai penerus Jokowi kali pertama justru dicetuskan oleh Jokowi sendiri, dengan narasi, “pemimpin rambut putih, wajah berkerut, dan begitu langsung dilantik akan langsung melanjutkan program Jokowi.”
Jati diri program Jokowi adalah program PDI Perjuangan dan partai pengusung. Narasi-narasi teknokratik program Jokowi akan kita lanjutkan sebagai ‘Jokowi 3.0’. Kalau dibilang hal itu akan dilanjutkan Prabowo, dasarnya dari mana?
Kita lihat bersama, pernyataan-pernyataan yang disampaikan Prabowo itu tak pernah terlontar dari kepemiminan seorang Jokowi. Diumpat dan dimaki pun, Jokowi hanya tertawa. Jokowi sangat rendah hati. Jadi, kalau dibilang Prabowo adalah penerus Jokowi, tentu dengan karakter itu sangat tidak ‘Jokowi’. Karakter Prabowo tak hanya berbeda, tapi sangat bertentangan dengan Jokowi. Prabowo bisa saja menyatakan sebagai pelanjut Jokowi, tapi ya ‘KW 2’ atau ‘KW 3’-nya lha…
Jadi, gimik-gimik gemoy itu hanya menutupi keaslian Prabowo yang sebagai pemimpin seharusnya kesantunan kata-kata dalam berucap dan berperilaku harus menjadi sikap batin