Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan kekuatan nasionalis adalah pilar NKRI. Jangan sampai gara-gara politik elektoral, kita mencabik-cabik kekuatan nahdliyin. NU tak bisa dimarginalkan, nahdliyin harus ada di tengah dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa sekarang ini dan ke depan.
PDI Perjuangan di bawah kepempinan Ibu Megawati Sukarnoputri menganggap hubungan dengan NU sudah menjadi ‘political bounding’, misalnya dalam kegiatan kultural, baik di nelayan, petani, kegiatan Sedekah Bumi, Shalawatan, sampai pada pemilihan kepalaa desa, dan lain-lain. Kita lihat ada saling ketergantungan di antara warga nahdliyin dan PDI Perjuangan yang secara sosiologis tak terpisahkan.
Sebanyak 87% pemilih PDI Perjuangan muslim dan 56% dari warga muslim PDI Perjuangan itu mengaku nahdliyin. Jangan sampai warga nahdliyin, pesantren, dan para kiai seolah hanya diajak pesta besar. Fungsi elektoral “dari rakyat”, “oleh rakyat”-nya ikut, tapi fungsi “untuk rakyat”-nya mereka ditinggalkan.
Hampir semua caleg PDI Perjuangan harus turun ke bawah, merapat dalam sebuah tarikan nafas, sesuai perintah Bu Mega. Ganjar Pranowo diproyeksikan bersama warga nahdliyin, baik untuk cawapres maupun dalam lingkaran-lingkaran pengaruh pemenangan. Tim sukses di daerah pasti ada NU nya.
Selengkapnya di