Podcast Bung Karno Series BKN PDI Perjuangan Bulan Bung Karno 2023 Episode 14 bersama Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A.
Mulai diliriknya Indonesia sebagai kiblat baru peradaban Islam dunia tentu tidak terlepas dari peran Bung Karno dan Nahdlatul Ulama dalam meletakkan dasar pijakan dalam berbangsa dan bernegara yang kokoh. Meski Islam lahir di Timur Tengah, namun banyak negara di kawasan tersebut menjadikan Indonesia sebagai contoh pembangunan peradaban Islam modern.
Hal tersebut terulas secara mendalam pada Podcast Bung Karno Series bersama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., yang tayang di akun Youtube BKN PDI Perjuangan, Rabu (14/6/2023) dipandu oleh host Ovi Wardana dan Mabda Dzikara.
“Orang yang tidak mencintai Bung Karno dapat dikatakan tidak berperikemanusiaan,” tutur Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Pernyataan tegas tersebut Nasaruddin Umar ungkapkan mengingat beliau paham betul bagaimana pemikiran Bung Karno dari saat muda tentang Indonesia, ketika ia mengkaji betul tulisan Bung Karno sedari dulu ketika Menyusun disertasinya yang berjudul Islam dan Nasionalisme Indonesia.
“Jangan kita mengagumi Bung Karno saat sudah menjadi proklamator, akan tetapi kita harus paham betul siapa Bung Karno saat ia masih muda, begitu pula dengan Nabi Muhammad yang menjadi besar atas tempaan yang dialami sejak kecil” terang Nasaruddin.
Mantan Wakil Menteri Agama tersebut menuturkan bahwa Bung Karno hidup dalam tempaan dan melewati jalan terjal untuk menjadi sosok yang besar, dengan berkali-kali harus diasingkan dari rakyatnya. Banyak tokoh sejatinya yang merasa lebih suka hidup di pengasingan namun dapat melihat dengan dekat rakyatnya dari pada di gemerlapnya Istana namun jauh dari rakyatnya.
“Apa gunanya kita hidup di Istana tapi mata kita buta hati kita tumpul, lebih enak hidup di penjara tetapi pikiran kita terasah,” ungkapnya.
Ulama asli tanah Celebes tersebut mengatakan bahwa alam berfikir Bung Karno sangat religius. Bung Karno juga dinilai sebagai sosok bapak bangsa yang tidak hanya berfikir menggunakan cara pandang materialistik semata.
“Bung Karno itu lahir di Surabaya, tentu kita tidak dapat pisahkan Bung Karno dengan NU, karena dia lahir di tanah NU, meskipun ketika di Bengkulu beliau resmi menjadi anggota Muhammadiyah, namun kultur dan cara pandang Bung Karno sangat NU sebenarnya”, tutur Nasaruddin.
Nasaruddin menjelaskan bahwa Bung Karno sering berkonsultasi dengan KH. Wahid Hasyim. Hal paling menarik ketika Bung Karno di Surabaya meminta agar umat Islam terutama warga NU turut melawan dan mengusir Belanda. Kala itu kemudian keluar fatwa resolusi jihad dari KH. Wahid Hasyim yang mewajibkan umat Islam untuk berjihad melawan Belanda.
“Teologi NU itu kan teologi inklusif, yakni menekankan pada aspek titik temu, kenapa harus berbeda kalau bisa bersatu, kenapa juga harus berkonflik kalau bisa berdamai, seburuk-buruknya kepala negara masih lebih baik dari pada satu hari negara tidak memiliki pemimpin,” ujarnya.
Guru Besar dalam bidang tafsir tersebut mengungkapkan bahwa sangat beruntung negara Indonesia ini masyarakatnya banyak yang menganut paham ahlul sunah wal jamaah. Oleh karenanya organisasi Islam seperti NU tidak pernah memiliki upaya untuk membubarkan negara jika tidak sepaham dengan pemimpin negara, akan tetapi lebih memilih untuk berupaya memberikan masukan yang membangun. Hal tersebut yang membuat Indonesia konsisten menjadi negara Islam dengan kemajuan perekonomian yang pesat di Dunia.
“NU pada akhirnya menjadi harapan dunia Islam, bahwa kiblat peradaban dunia Islam masa depan itu harus ke Indonesia. Timur Tengah itu sudah selesai dalam melahirkan Islam, saatnya estafet peradaban dunia Islam masa depan bergeser ke Indonesia” pungkasnya.
Selengkapnya di