I’tikaf, Mendekat pada Allah untuk Lebih Mengenal Diri Kita Sendiri

Program Inspirasi Buka Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Episode 26 I’tikaf Ramadan | KH. Muhammad Syauqi Zainuddin MZ

Berdiam diri dalam masjid dengan niat beribadah pada Allah SWT menjadi salah satu anjuran dalam upaya menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Berdiam diri atau i’tikaf ini memiliki makna tersendiri dalam momen penuh berkah ini, mengingat keutamaan dan pahalanya. I’tikaf merupakan salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan dikerjakan saat bulan Ramadhan. Ibadah ini merupakan salah satu amalan yang rutin dilakukan oleh Rasulullah Nabi Muhammad SAW terutama ketika memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

Uraian itu disampaikan dai nasional KH.Syauqi Zainuddin MZ dalam acara Program Lenong Betawi Menunggu Buka Puasa Episode 26 yang ditayangkan akun Youtube Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan Senin (17/4/2023).

Menurut Syauqi, secara bahasa i’tikaf diartikan sebagai berdiam diri, sedangkan konteks i’tikaf secara agama adalah berdiam diri dan lebih mendekat diri kepada Allah, seperti yang dilakukan Baginda Nabi ketika 10 hari terakhir di bulan Ramadhan,

“Selama bulan Ramadhan, Nabi banyak menghabiskan waktunya di masjid daripada di rumah,” katanya.

Putera dai sejuta umat K.H. Zainuddin MZ itu menjelaskan bahwa I’tikaf berarti menggunakan waktu 10 hari terakhir di Bulan Ramadan untuk salat, membaca Al-Quran, berdzikir dan berdoa, serta menunaikan ibadah sunnah lainnya. Bukan dengan menghabiskan waktu ke mall, bergosip, dan melakukan hal-hal yang tidak berkenan di Bulan Ramadhan. “Dalam waktu 10 hari terakhir ini kita juga bisa melakukan Qadho Sholat kita yang ketinggalan selama puasa, karena i’tikaf adalah sunnah,” jelasnya.

Pria kelahiran 30 April 1979 ini mengungkapkan contoh yang disampaikan Baginda Nabi bahwa sebaik-baiknya manusia harus lebih baik dari kemarin. Jangan kita melakukan ibadah hanya rutinitas ritual saja, yang membuat kita tidak lagi menemukan esensi dari ibadah yang dilakukan. “Makanya banyak orang yang rajin sholat tapi banyak juga melakukan dosa. Di sinilah penting bagi kita melakukan i’tikaf,“ kata KH.Syauqi Zainuddin MZ.

Ia menuturkan, i’tikaf bukan berarti berdiam diri saja namun I’tikaf yang wajib dilakukan baik di masjid ataupun di rumah pada saat Ramadan yakni dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Bang Haji Kiki -sapaan akrabnya- menyampaikan, alangkah baiknya i’tikaf dilalkukan sehabis tarawih dalan 10 hari terakhir Ramadan. Kiai Syauqi menegaskan, jangan kita menjadikan momen Ramadan sebagai perlombaan pada awal puasa orang berlomba-berlomba ber i’tikaf ke masjid kemudian pertengahan Ramadan masjid mulai kosong. Dan akhirnya, di ujung Ramadan masjid benar-benar menjadi kosong, karena kita terlalu menyibukkan diri dengan hal-hal duniawi. “Sesungguhnya kita beri’tikaf itu bukan Allah yang membutuhkan kita, tapi kitalah yang membutuhkan Allah,” kata  pencetus ‘Gerakan Wakaf Sejuta Al Qur’an ini.

KH.Syauqi Zainuddin MZ juga menambahkan bahwa hakikat dari i’tikaf adalah kita perlu mengenal individu kita secara pribadi. Jika kita tidak mengenal diri kita maka kita tidak akan kenal siapa Tuhan kita. Kita juga harus tahu hakikat hidup kita, kenali diri kita, dengan mengetahui darimana kita berasal, di mana kita sekarang dan kemana kita akan kembali?

“Kita perlu mengembalikan nilai-nilai keimanan, karena hakikat hidup kita sudah ditulis dalam Al-Quran, tidaklah kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Jadi, kita yang membutuhkan Allah, bukan Allah yang  membutuhkan kita,” tegasnya.

Bang Haji Kiki menutup program Buka Nersama dengan mengingatkan bahwa sesungguhnya hakekat i’tikaf adalah mendekatkan diri kepada Alla. “Jjangan sampai kita lupa tujuan kita diciptakan oleh Allah. Kita perlu mengenal diri kita secara pribadi dan tumbuhkan keyakinan kita terhadap Allah melalui i’tikaf kita,” pesannya.

Lihat selengkapnya di

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *