Tadi malam menjadi salah satu narasumber di Program ‘Rosi’ Kompas TV menjelaskan pesan Presiden Jokowi ntuk mencintai produk dalam negeri sekaligus ‘membenci’ barang buatan luar negeri.
Konteks pernyataan Presiden Jokowi ini harus dilihat sebagai aksentuasi ‘affirmative action’ dan cinta produk lokal.Pada rapat-rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan juga asosiasi-asosiasi industri kami bahas bahwa pasca recovery pandemi Covid-19 ini terjadi pending barang-barang impor yang sebentar lagi membanjiri banyak negara termasuk Indonesia.
Selain itu, deglobalisasi terjadi di mana-mana, barang buatan Indonesia banyak diproteksi untuk masuk ke suatu negara, dengan alasan terkait pengaturan kesehatan dan lain-lain.
Konteks framingnya, ini mirip perintah. Istilah benci yang selayaknya dipahami membangun sikap mental anak bangsa agar menumbuhkan semangat lebih kreatif memproduksi barang-barang dalam negeri sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri dan berdiri di atas kaki sendiri (berdikari).
Memang diksi pesannya agak vulgar, tapi ini merupakan tepukan keras agar sikap mental bangsa ini mampu lebih kreatif dan berdikari dalam situasi seperti ini. Kalau tak ada ketegasan Presiden Jokowi barang-barang impor yang lama terpending akan membanjiri kita, sehingga barang-barang produksi dalam negeri akan terpinggirkan.
Harus diakui, kita sedang jadi bangsa yang konsumtif, maniak, komprador asing. Jadi kata ‘benci’ muncul karena kita selama ini terlalu menegasikan banyak produk dalam negeri.Kata ‘benci’ ini lebih kepada ‘bahasa pop’ untuk menumbuhkan semangat anak bangsa agar lebih kreatif memproduksi barang-barang dalam negeri.
Jangan dilihat kata ‘benci’-nya. Diksi ini lebih kepada antitesa karena selama ini kita gandrung pada barang-barang luar negeri. Titik berat dari statement itu adalah memacu kreativitas agar anak bangsa mampu lebih berdikari.