Model Dakwah Kebudayaan Walisongo Dalam ‘Kidung Rumekso’

Episode ke-15 Ngabuburit Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan Mata Air Kearifan Walisongo pada Selasa, 27 April 2021, mengambil tema ‘Dakwah Walisongo, Mengajak Bukan Mengejek’ dengan narasumber KH. Ngatawi Al-Zastrow dipandu host Gus Zuhairi Misrawi.

KH. Ngatawi Al-Zastro yang merupakah seorang budayawan mengungkapkan bahwa cara Walisongo dalam berdakwah sangat menarik, mereka berdakwah tidak serta merta mengajak masyarakat untuk langsung memeluk Islam, bahkan tidak sampai memaksa apalagi mengancam. Hal ini ia sampaikan dalam acara ngabuburit bareng Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan pada hari Selasa, 27 April 2021 pukul 17.00 WIB.

“Kalau kita berkaca dan melihat cara dakwah walisongo itu sangat menarik, karena mereka ngajarkan islam tetapi tidak serta merta (mengajak masuk Islam) o ini Islam itu baik, awas loh kalau gak masuk Islam.” Jelas Zastrow.

Dalam prakteknya, Walisongo lebih mengedepankan cara-cara yang elegan, membuat sebuah perumpamaan atau menggunakan piranti lain dalam menyampaikan ajaran Islam, sehingga masyarakat jawa pada waktu itu tidak menyadari bahwa mereka sedang di dakwahi dan di ajak masuk Islam.

Cara-cara seperti ini tentunya bukan perkara mudah, dan tidak sembarang orang mampu melakukannya. Walisongo adalah orang-orang yang cerdas secara sikap dan nalar, mereka mampu membaca psikologi masyarakat jawa pada waktu itu, sehingga para Walisongo paham betul gejolak dan emosional masyarakat jawa.

Zastrow memberikan sebuah sebuah contoh bagaimana Walisongo berhasil mengajak masyarakat jawa untuk bangun malam melaksanakan shalat tahajud sesuai tuntunan ayat Al-Qur’an. Walisongo tidak seta merta mengeluarkan ayat Al-Qur’an untuk mengajak,

“Jadi misalnya bagaimana mengajarkan orang itu mau bangun tengah malam, ini kan tahajud dan ayatnya juga jelas. Para wali tidak membaca ayat ini dulu, kemudian teriak-teriak kamu harus bangun tengah malam, ini perintah Allah, kalau enggak kamu dosa.” Jelas Zastro

Tapi Walisongo mempunyai cara yang elegan dalam mengajarkan ayat tentang tahajud kepada masyarakat. Walisongo mentranspormasikan ayat Al-Qur’an ini, diambil maknanya dan dibuat sebuah syair yang menarik dan diberi nama ‘Kidung Rumekso’.

“Dari ayat ini di transpormasikan dan dibikin sebuah syair baru yang namanya ‘Kidung Rumekso’ yang isinya sama sehingga ayat qur’annya tetep begitu, dan maknanya diambil.” Lanjut Zastrow.

Metode dakwah yang baik, adalah harus dengan cara-cara yang menyenangkan, sehingga inti ajaran mampu tersampaikan dengan baik tanpa melukai perasaan masyarakat yang kita ajak untuk memeluk Islam. Sebagaimana yang dilakukan Walisongo, lewat ‘Kidung Rumekso’, tatkala orang sudah senang barulah Walisongo mengajarkan inti dari agama.

“O ini ada syair kok indah banget, akhirnya orang jadi senang menyanyikan, dan kemudian mau mendengarkan ajaran yang disampaikan Walisongo.” Pungkas Zastrow.

Program Ngabuburit Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan dengan tema besar ‘Mata Air Kearifan Walisongo’ hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *